BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perkembangan Ilmu Tasawuf
Esensi tasawuf telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah SAW. Namun tasawuf
sendiri sebagai ilmu keislaman adalah hasil dari kebudayaan Islam sebagaimana
ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti ilmu fiqih dan ilmu tauhid.[1]
Kehidupan sufi pada diri Rasulullah SAW telah tertanam, beliaulah yang
memberikan contoh pertama tentang hidup sedehana, tentang menerima seadanya, menjadikan
hidup rohani lebih tinggi daripada hidup kebendaan yang mewah, dan mengajak
manusia untuk meninggalkan kesenangan dunia.
Diantara do’anya berbunyi: ”Ya Allah, biarlah aku sebagai seorang miskin,
mati sebagai seorang miskin, dan himpunkanlah aku dengan golongan fakir
miskin”.[2]
Tasawuf dibagi menjadi dua bagian : Tasawuf Akhlaqi dan Tasawuf Falsafi. Tasawuf Akhlaqi adalah
tasawuf yang konsentrasinya pada teori-teori perilaku, akhlaq atau budi
pekerti. Tasawuf ini dikembangkan oleh ulama-ulama salaf. Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan pada
gabungan teori-teori tasawuf dan filsafat.
Untuk melihat masa dan tokoh-tokoh yang mengembangkan kedua bentuk tasawuf
ini, berikut akan dikemukakan sejarah perkembangan tasawuf.
1. Abad Pertama Hijriyah
Pada periode ini pertahanan aqidah dan syariat
masih sangat kuat sehingga pengaruh budaya dan pemikiran dari luar Islam tidak
dapat mempengaruhi kehidupan umat Islam.[3]
Dalam sejarah, tasawuf baru menjadi aliran
yang nyata, yang memiliki guru-guru, sebuah aturan dan pengikut setelah masa
Islam.[4] Di dalamnya ada sejumlah orang yang tidak
menaruh perhatian kepada kehidupan materi seperti makan, pakaian dan tempat
tinggal. Mereka lebih terkonsentrasi pada ibadah yang akan menyuguhkan
kehidupan abadi di akhirat kelak (zuhud).
Para
sahabat mencontohi kehidupan Rosulullah SAW yang sederhana dimana hidupnya
semata-mata diabdikan kepada Tuhannya.
Mereka antara lain :
1. Abu Bakar As
Sidiq, beliau adalah saudagar kaya raya yang harta kekayaannya telah habis
disumbangkan demi tegaknya agama Allah SWT sehingga ia dan keluarganya
mengalami kemiskinan.[5]
2. Umar bin Khatab,
beliau adalah seorang amirul mu’minin
yang memiliki sifat tawadhu’.
3. Ustman bin Affan
adalah salah satu sahabat Nabi SAW yang memiliki kekayaan melimpah tetapi
beliau gunakan untuk menolong orang-orang miskin.
4. Ali bin Abi
Thalib, beliau adalah sahabat yang senang hidup dalam kesederhanaan, hal
tersebut menandakan bahwa beliau adalah seorang sufi.
Tokoh-tokoh yang
terkemuka pada periode ini dari kalangan sahabat, antara lain : Salman
Al-Farisi, Abu Dzarr Al-Ghifari, Ammar bin Yasir, Hudzaifah bin Al-Yaman ,Niqdat
bin Aswad dan lain-lain.
Dari kalangan tabi’in diantaranya adalah :
Hasan Al-Bashri, Malik bin Dinar, Ibrahim bin Adham, Rabi’ah Al-adawiyah, Abu
Hasyim as-Sufi, Sufyan bin Said Ats-Tsauri, Daud Ath-Thaai, Syaqiq Al-Balkhi,
dan lain-lain.
2.
Abad Kedua Hijriyah
Pada awal abad kedua ditemukan nilai-nilai
Islam yang semakin berkurang dan terjadi gejolak politik yakni perebutan
kekuasaan di kalangan sahabat dan tabi’in. [6]
Di samping gejolak politik yang
berkepanjangan, perubahan kondisi sosial pun terjadi. Hal ini mempunyai
pengaruh besar terhadap pertumbuhan kehidupan masyarakat Islam. Pada masa
Rasulullah SAW dan para sahabat, secara umum kaum Muslimin hidup dalam keadaan
sederhana. Ketika Bani Umayyah memegang tampuk kekuasaan, hidup mewah mulai
meracuni masyarakat, mereka semakin dekat dengan tradisi kehidupan raja-raja
romawi.[7]
Dari perubahan-perubahan kondisi sosial
tersebut, sebagian masyarakat mulai mencerminkan diri pada kesederhanaan
Rasulullah. Mereka mulai merenggangkan diri dari kehidupan mewah. Sejak saat itu,
kehidupan zuhud menyebar luas di kalangan masyarakat. Para pelaku zuhud disebut
zahid.
Ibnu Khaldun sejarawan muslim terkemuka
mengatakan, “sesungguhnya perkembangan tasawuf terjadi pada abad kedua di mana
keadaan manusia bergelimang keduniawian maka sejumlah orang meninggalkan
kemewahan itu dan melakukan hidup zuhud dan ibadah maka mereka disebut
sufiyah.”[8]
3. Abad Ketiga Hijriyah
Jika pada tahap awal tasawuf masih berupa zuhud dalam pengertian yang sederhana,
maka dalam abad ketiga hijriyah para sufi telah memperhatikan sisi-sisi
teoritis psikologis dalam rangka perbaikan tingkah laku sehingga tasawuf telah
menjadi sebuah ilmu akhlak keagamaan.
Pada periode ini, tasawuf mulai berkembang
dimana para sufi telah menaruh perhatian setidaknya kepada tiga hal yaitu :
1. Jiwa,
yaitu tasawuf yang berisi tentang pengobatan jiwa, pengonsentrasian jiwa
manusia kepada Tuhan, sehingga ketegangan-ketegangan kejiwaan dapat terobati.[9]
2. Akhlaq, yaitu tasawuf yang berisi tentang teori-teori akhlaq, tentang bagaimana
cara untuk berakhlaqul karimah dan menghindari akhlaq yang buruk.
3. Metafisika, yaitu tasawuf yang berisi
tentang keunggulan- keunggulan hakikat Ilahi atau kemutlakan Tuhan.
Di antara tokoh-tokoh abad ini adalah: Ma’ruf
al-Karkhi, Surri al-Saqti, Abu Sulaiman ad-Darani, Ahmad bin Al-Hawari
ad-Damsyiqi, Haris al-Muhasibi, Abu Faidz Dzun Nun bin Ibrahim al- Mishri, Abu
Yazid al-Busthami, Junaid al-Baghdadi, Al-Hallaj, Abu Bakar al-Syibli, abu
Thalib al-Makki, dan lain-lain.
4.
Abad Keempat Hijriyah
Pada abad ini kemajuan ilmu tasawuf lebih pesat daripada abad sebelumya. Para
ulama mengembangkan ajaran tasawuf di luar kota Baghdad. Dalam pengajaran ilmu
tasawuf di berbagai negeri dan kota digunakan system tarikat, yakni berupa
pengajaran dari guru terhadap murid-muridnya yang bersifat teoritis serta
bimbingan langsung mengenai cara pelaksanaannya. Pengajaran ini biasa disebut “suluk”.
Pada abad ini pula ditandai dengan semakin kuatnya unsur filsafat yang
disebabkan banyak buku filsafat yang tersebar di kalangan umat Islam.
5. Abad Kelima Hijriyah
Pada periode ini, konflik
pemikiran terjadi antara kaum sufi dan para fuqaha. Umumnya, kaum sufi dengan
berbagai tradisi dan disiplin spiritual yang dikembangkannya dipandang oleh
para fuqaha sebagai kafir, dan zindiq yakni orang-orang yang berpura-pura masuk
Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam.[10]
Di samping itu pada abad ini
berkembang madzhab Syi’ah Ismailiyah yang menurut paham mereka bahwa kekuasaan
pemerintahan hendaknya dikembalikan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib, dan
mereka beranggapan pula ada 12 imam (Imam Mahdi) yang berhak mengatur dunia ini
dan akan menjelma ke dunia membawa keadilan dan kemurnian Islam[11].
Kedua belas Imam tersebut
antara lain :
a) Ali bin Abi
Thalib
b) Hasan bin Ali
c) Husein Bin Ali
d) Ali bin Husein
(Zainul Abidin)
e) Muhammad Al
Baqir bin Ali bin Husein
f) Ja’far Shadiq
bin Muhammad Al Baqir
g) Musa Al Kahzim
bin Ja’far Shadiq
h) Musa Al Kazhim
i)
Muhammad jawwad bin Ali Ridha
j)
Ali Al Hadi bin Jawwad
k) Hasan Askary bin
Al Had
l)
Muhammad bin Hasan Al Mahdi
Penganut paham
syi’ah mengatakan bahwa untuk menunggu kedatangan imam-imam yang akan turun ke
dunia, mereka membentuk wakil-wakil yang diberi gelar “An Naqib”. Paham
ini telah mempengaruhi para sufi dan mendoktrin bahwa imam-imam ghaib akan
menyandang gelar waliyullah.
Di abad kelima
Hijriyah organisasi tasawuf mulai berdiri tegak dan tersebar luas ke penjuru
dunia Islam. Sehingga menurut sejarah, abad ini merupakan zaman terpenting
dalam organisasi dan pembangunan gerakan tasawuf.
Pada periode ini
pula, muncul seorang sufi yang bernama Imam Ghazali (450H/1057M-505H-1111M), beliau berusaha meluruskan tasawuf sesuai dengan dasar-dasar
al Qur’an dan al Hadits. Beliau memandang bahwa agama Islam terancam karena
banyak ahli agama yang tertarik mempelajari ilmu-ilmu agama dengan menggunakan
teori filsafat, dengan tidak menyeleksi teori-teori yang tepat untuk digunakan.
Beliau juga beranggapan bahwa ilmu bukan semata-mata produk akal, tetapi hati (perasaan) turut menentukannya. Oleh karena itu beliau
mendalami ilmu
dan teori tasawuf meskipun sebelumnya telah menggunakan teori filsafat.
6. Abad
Keenam Hijriyah
Tokoh-tokoh pada abad ini antara lain :
1. Syihabuddin Abdul Futu As Suhrawardy (w 587H/1191M)
Dalam ajaran tasawuf beliau berpendirian bahwa Allah SWT adalah nur
(cahaya) dari segala nur. Maka dari Allah-lah keluar cahaya-cahaya yang lain baik alam fisik maupun rohani. Beliau
menamai Allah dengan sebutan “Nurul Anwar” (cahaya dari segala cahaya), dan alam
barzah dengan istilah “Alamul Ajsam”. Serta pencipta ilmu pengetahuan
dinamainya dengan “Ahlul Hikam”. As Suhrawardy menggabungkan Filsafat
yang mendalam dengan tasawuf yang mendalam sehingga menghasilkan Filsafat Irsyaq (Filsafat Baru). Para ulama’ menilai bahwa tasawuf tersebut adalah kesesatan belaka dan
hal itu membawanya dalam penjara dan meninggal dalam keadaan
yang tragis.
2. Al Ghazwany (w 545H/1151M)
Al Ghazwany mengamalkan ajaran
tasawufnya melalui zikir yang diikuti oleh para murid-muridnya yang duduk
melingkarinya dengan menggoyang-menggoyangkan dirinya bahkan ada yang
menari-nari. Sebagai murid dari Abu Said yang menganut ajaran “Wihdatul Wujud”
(penyatuan wujud hamba dengan Tuhannya) beliau mengamalkannya dengan penafsiran
dan penentakwilkan Al Qur’an dan Al Hadits serta mengubah beberapa sya’ir.
Pelembagaan
pendidikan Islam yang mengajarkan Tasawuf dan mengamalkannya disebut tarekat, yakni :
a.
Tarekat Qadiriyah yang dinisbatkan kepada pendirinya adalah Syeikh Abdul Qodir Jailany.
b. Tarekat
Rifa’iyah yang dinisbatkan kepada pendirinya
(Ahmad Abu Al Hasan Ar rifa’i w 570 H)
Pada periode ini
suasana kemelut antara ulama’ syari’at dengan ulama Tasawuf kembali memburuk
karena pemikiran-pemikiran Al Hulul, Wihdatul Wujud dan Wihdatul
Adyan kembali dihidupkan oleh kebanyakan Ulama Tasawuf sehingga timbul
berbagai protes dari ulama’ syari’at dan mengajukan keberatannya kepada
penguasa pada saat itu.
7.
Abad Ketujuh Hijriyah
1. Umar Ibnu Al Faridh
(576H/1181M-632H/1233M)
Beliau adalah penerus dari ajaran Wihdatul wujud, dalam kitab
karangannya “Ath Thaiyatul Kubra” yang berisi gubahan-gubahan syair. Terdapat
pula kesamaan tekanan uraiannya dengan kitab karangan Ibnu ‘Araby yang berjudul
“Ath Thaiyatul Kubra” ia menguraikan bahwa cintalah yang membakar jiwanya
sehingga ia ingin selalu ittishal (berhubungan) dan ittihad
(bersatu) dengan Tuhannya untuk mencapai tujuan Tasawuf.
2. Ibnu Sabi’in (613H/1215M-667H/1269H)
Beliau adalah seorang Ulama’
yang sering mengeluarkan pemikiran yang terlalu bebas dan dianggapnya ganjil
oleh ulama’ syari’at. Pemikiran-pemikiran yang telah dikemukakannya antara lain
:
a.
Mengapa Muhammad bin Abdillah mempersempit alam yang luas ini dengan
mengatakan tidak ada lagi nabi setelahnya.
b. Orang-orang yang bertawaf di sekeliling ka’bah seperti keledai yang beputar-putar mengelilingi
kilangan.
3. Jalaluddin Ar Rumy (604H/1217M - 672H/1273M)
Dalam masalah ikhtiar beliau
mengatakan bahwa manusia dilahirkan di dunia untuk berjuang dan bekerja keras
dalam mencari kebahagiaan hidup. Beliau terpengaruh oleh teori
Mu’tazilah serta teori evolusi dari evolusi
filsafat.
8. Abad
Kedelapan Hijriyah
Perkembangan pada abad ini
hampir sama dengan perkembangan abad ketujuh, Ibnu Taimiyah adalah seseorang
yang dikenal sebagai tokoh muslim yang memurnikan ajaran tasawuf dan filsafat. Ajaran tasawuf yang
dominan pada abad ini adalah ajaran tasawuf Ibnu Araby, antara lain pemikiran “Wihdatul
wujud”. Ibnu Taimiyah memandang bahwa ajaran tersebut menyesatkan umat Islam,
maka ia berusaha untuk memeberantasnya melalui kegiatan belajar mengajar dan
kitab karangannya.
9. Abad Kesembilan, Kesepuluh dan Sesudahnya
Dalam beberapa abad ini ajaran
tasawuf sangat sunyi di dunia Islam. Keberadaannya lebih
buruk dibanding keberadannya pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan hijriyah.
Ada dua faktor yang menyebabkan runtuhnya pengaruh
ajaran tasawuf di dunia Islam yaitu :
1.
Ahli tasawuf kehilangan kepercayaan diri
dan banyak
diantara mereka yang menyimpang dari ajaran Islam, contohnya
tidak lazim menjalankan shalat karena
mereka sudah mencapai tingkat ma’rifat.
2.
Ketika masa penjajahan bangsa Eropa yang
beragama
nasrani
telah menguasai negeri Islam, hal tersebut digunakan untuk
menghancurkan ajaran tasawuf yang sangat bertentangan dengan pahamnya.
Tokoh-tokoh pada abad-abad ini antara lain :
1. Abdul Wahhab Asy sya’rony
(898-973H/1490-1565M)
2. Abul Abbas Ahmad Bin Muhamad bin Mukhtar
At Tijani (1150 H/1737 M- 1237 H/1815 M), pendiri tarekat Tijani
3. Sayyid Muhammad Bin Ali As Sanusy (1791
M), pendiri tarekat Sanusi
4. Syekh Muhammad Amin Al Kurdi (W 1914 M), pengikut tarekat
Naqsabandiyah
[1] Nurul Imamah, Tasawuf Jalan yang Sesungguhnya,
(Makassar : Arus Timur, 2013), Hal.1
[2] Aboebakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi Dan Tasawuf,(Solo
: CV. Ramadhani, 1990) 43-44,
[3] Nurul Imamah, Tasawuf Jalan yang Sesungguhnya,
Hal.2
[4] Syekh Khaled Bentounes, Tasawuf Jantung Islam,
(Yogyakarta : Pustaka Sufi, 2003), Hal. 25
[5] A. Mustofa, Akhlaq Tasawuf, (Bandung : CV
Pustaka Setia, 1999), hal. 209
[6] Ibid.
[7] Nurul Imamah, Tasawuf Jalan yang Sesungguhnya, hal.
3
[8] Ibid,. hal. 4
[9] A. Mustofa, Akhlaq Tasawuf, hal.220
[10] Nurul Imamah, Tasawuf Jalan yang Sesungguhnya, Hal.
5
0 komentar:
Posting Komentar