Kamis, 20 Maret 2014

Sejarah Perkembangan Ilmu Tasawuf


BAB II
PEMBAHASAN
A.      Sejarah Perkembangan Ilmu Tasawuf
Esensi tasawuf telah ada sejak masa kehidupan Rasulullah SAW. Namun tasawuf sendiri sebagai ilmu keislaman adalah hasil dari kebudayaan Islam sebagaimana ilmu-ilmu keislaman lainnya seperti ilmu fiqih dan ilmu tauhid.[1]

Kehidupan sufi pada diri Rasulullah SAW telah tertanam, beliaulah yang memberikan contoh pertama tentang hidup sedehana, tentang menerima seadanya, menjadikan hidup rohani lebih tinggi daripada hidup kebendaan yang mewah, dan mengajak manusia untuk meninggalkan kesenangan dunia.
Diantara do’anya berbunyi: ”Ya Allah, biarlah aku sebagai seorang miskin, mati sebagai seorang miskin, dan himpunkanlah aku dengan golongan fakir miskin”.[2]
Tasawuf dibagi menjadi dua bagian : Tasawuf Akhlaqi dan Tasawuf Falsafi. Tasawuf Akhlaqi adalah tasawuf yang konsentrasinya pada teori-teori perilaku, akhlaq atau budi pekerti. Tasawuf ini dikembangkan oleh ulama-ulama salaf. Tasawuf Falsafi adalah tasawuf yang didasarkan pada gabungan teori-teori tasawuf dan filsafat.
Untuk melihat masa dan tokoh-tokoh yang mengembangkan kedua bentuk tasawuf ini, berikut akan dikemukakan sejarah perkembangan tasawuf.
                                                         
1.       Abad Pertama Hijriyah
Pada periode ini pertahanan aqidah dan syariat masih sangat kuat sehingga pengaruh budaya dan pemikiran dari luar Islam tidak dapat mempengaruhi kehidupan umat Islam.[3] Dalam sejarah, tasawuf baru menjadi aliran yang nyata, yang memiliki guru-guru, sebuah aturan dan pengikut setelah masa Islam.[4] Di dalamnya ada sejumlah orang yang tidak menaruh perhatian kepada kehidupan materi seperti makan, pakaian dan tempat tinggal. Mereka lebih terkonsentrasi pada ibadah yang akan menyuguhkan kehidupan abadi di akhirat kelak (zuhud).  
  Para sahabat mencontohi kehidupan Rosulullah SAW yang sederhana dimana hidupnya semata-mata diabdikan kepada Tuhannya.
Mereka antara lain :
1.       Abu Bakar As Sidiq, beliau adalah saudagar kaya raya yang harta kekayaannya telah habis disumbangkan demi tegaknya agama Allah SWT sehingga ia dan keluarganya mengalami kemiskinan.[5]
2.       Umar bin Khatab, beliau adalah seorang amirul mu’minin yang memiliki sifat tawadhu’.
3.       Ustman bin Affan adalah salah satu sahabat Nabi SAW yang memiliki kekayaan melimpah tetapi beliau gunakan untuk menolong orang-orang miskin.
4.       Ali bin Abi Thalib, beliau adalah sahabat yang senang hidup dalam kesederhanaan, hal tersebut menandakan bahwa beliau adalah seorang sufi.
Tokoh-tokoh yang terkemuka pada periode ini dari kalangan sahabat, antara lain : Salman Al-Farisi, Abu Dzarr Al-Ghifari, Ammar bin Yasir, Hudzaifah bin Al-Yaman ,Niqdat bin Aswad dan lain-lain.
Dari kalangan tabi’in diantaranya adalah : Hasan Al-Bashri, Malik bin Dinar, Ibrahim bin Adham, Rabi’ah Al-adawiyah, Abu Hasyim as-Sufi, Sufyan bin Said Ats-Tsauri, Daud Ath-Thaai, Syaqiq Al-Balkhi, dan lain-lain.

2.       Abad Kedua Hijriyah
Pada awal abad kedua ditemukan nilai-nilai Islam yang semakin berkurang dan terjadi gejolak politik yakni perebutan kekuasaan di kalangan sahabat dan tabi’in. [6]
Di samping gejolak politik yang berkepanjangan, perubahan kondisi sosial pun terjadi. Hal ini mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan kehidupan masyarakat Islam. Pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat, secara umum kaum Muslimin hidup dalam keadaan sederhana. Ketika Bani Umayyah memegang tampuk kekuasaan, hidup mewah mulai meracuni masyarakat, mereka semakin dekat dengan tradisi kehidupan raja-raja romawi.[7]
Dari perubahan-perubahan kondisi sosial tersebut, sebagian masyarakat mulai mencerminkan diri pada kesederhanaan Rasulullah. Mereka mulai merenggangkan diri dari kehidupan mewah. Sejak saat itu, kehidupan zuhud menyebar luas di kalangan masyarakat. Para pelaku zuhud disebut zahid.
Ibnu Khaldun sejarawan muslim terkemuka mengatakan, “sesungguhnya perkembangan tasawuf terjadi pada abad kedua di mana keadaan manusia bergelimang keduniawian maka sejumlah orang meninggalkan kemewahan itu dan melakukan hidup zuhud dan ibadah maka mereka disebut sufiyah.”[8]

3.       Abad Ketiga Hijriyah
Jika pada tahap awal tasawuf masih berupa zuhud dalam pengertian yang sederhana, maka dalam abad ketiga hijriyah para sufi telah memperhatikan sisi-sisi teoritis psikologis dalam rangka perbaikan tingkah laku sehingga tasawuf telah menjadi sebuah ilmu akhlak keagamaan.
Pada periode ini, tasawuf mulai berkembang dimana para sufi telah menaruh perhatian setidaknya kepada tiga hal yaitu :
1.        Jiwa, yaitu tasawuf yang berisi tentang pengobatan jiwa, pengonsentrasian jiwa manusia kepada Tuhan, sehingga ketegangan-ketegangan kejiwaan dapat terobati.[9]
2.       Akhlaq, yaitu tasawuf yang berisi tentang teori-teori akhlaq, tentang bagaimana cara untuk berakhlaqul karimah dan menghindari akhlaq yang buruk.
3.       Metafisika, yaitu tasawuf yang berisi tentang keunggulan- keunggulan hakikat Ilahi atau kemutlakan Tuhan.
Di antara tokoh-tokoh abad ini adalah: Ma’ruf al-Karkhi, Surri al-Saqti, Abu Sulaiman ad-Darani, Ahmad bin Al-Hawari ad-Damsyiqi, Haris al-Muhasibi, Abu Faidz Dzun Nun bin Ibrahim al- Mishri, Abu Yazid al-Busthami, Junaid al-Baghdadi, Al-Hallaj, Abu Bakar al-Syibli, abu Thalib al-Makki, dan lain-lain.

4.       Abad Keempat Hijriyah
Pada abad ini kemajuan ilmu tasawuf  lebih pesat daripada abad sebelumya. Para ulama mengembangkan ajaran tasawuf di luar kota Baghdad. Dalam pengajaran ilmu tasawuf di berbagai negeri dan kota digunakan system tarikat, yakni berupa pengajaran dari guru terhadap murid-muridnya yang bersifat teoritis serta bimbingan langsung mengenai cara pelaksanaannya. Pengajaran ini biasa disebut “suluk”. Pada abad ini pula ditandai dengan semakin kuatnya unsur filsafat yang disebabkan banyak buku filsafat yang tersebar di kalangan umat Islam.

5.       Abad Kelima Hijriyah
Pada periode ini, konflik pemikiran terjadi antara kaum sufi dan para fuqaha. Umumnya, kaum sufi dengan berbagai tradisi dan disiplin spiritual yang dikembangkannya dipandang oleh para fuqaha sebagai kafir, dan zindiq yakni orang-orang yang berpura-pura masuk Islam untuk menghancurkan Islam dari dalam.[10]
Di samping itu pada abad ini berkembang madzhab Syi’ah Ismailiyah yang menurut paham mereka bahwa kekuasaan pemerintahan hendaknya dikembalikan kepada keturunan Ali bin Abi Thalib, dan mereka beranggapan pula ada 12 imam (Imam Mahdi) yang berhak mengatur dunia ini dan akan menjelma ke dunia membawa keadilan dan kemurnian Islam[11].
Kedua belas Imam tersebut antara lain :
a)      Ali bin Abi Thalib
b)      Hasan bin Ali
c)       Husein Bin Ali
d)      Ali bin Husein (Zainul Abidin)
e)      Muhammad Al Baqir bin Ali bin Husein
f)       Ja’far Shadiq bin Muhammad Al Baqir
g)      Musa Al Kahzim bin Ja’far Shadiq
h)      Musa Al Kazhim
i)        Muhammad jawwad bin Ali Ridha
j)        Ali Al Hadi bin Jawwad
k)      Hasan Askary bin Al Had
l)        Muhammad bin Hasan Al Mahdi
Penganut paham syi’ah mengatakan bahwa untuk menunggu kedatangan imam-imam yang akan turun ke dunia, mereka membentuk wakil-wakil yang diberi gelar “An Naqib”. Paham ini telah mempengaruhi para sufi dan mendoktrin bahwa imam-imam ghaib akan menyandang gelar waliyullah.
Di abad kelima Hijriyah organisasi tasawuf mulai berdiri tegak dan tersebar luas ke penjuru dunia Islam. Sehingga menurut sejarah, abad ini merupakan zaman terpenting dalam organisasi dan pembangunan gerakan tasawuf.
Pada periode ini pula, muncul seorang sufi yang bernama Imam Ghazali (450H/1057M-505H-1111M), beliau berusaha  meluruskan tasawuf sesuai dengan dasar-dasar al Qur’an dan al Hadits. Beliau memandang bahwa agama Islam terancam karena banyak ahli agama yang tertarik mempelajari ilmu-ilmu agama dengan menggunakan teori filsafat, dengan tidak menyeleksi teori-teori yang tepat untuk digunakan. Beliau juga beranggapan bahwa ilmu bukan semata-mata produk akal, tetapi hati (perasaan) turut menentukannya. Oleh karena itu beliau mendalami ilmu dan teori tasawuf meskipun sebelumnya telah menggunakan teori filsafat.
6.       Abad Keenam Hijriyah
Tokoh-tokoh pada abad ini antara lain :
1.       Syihabuddin Abdul Futu As Suhrawardy (w 587H/1191M)
Dalam ajaran tasawuf beliau berpendirian bahwa Allah SWT adalah nur (cahaya) dari segala nur. Maka dari Allah-lah keluar cahaya-cahaya yang lain baik alam fisik maupun rohani. Beliau menamai Allah dengan sebutan “Nurul Anwar” (cahaya dari segala cahaya), dan alam barzah dengan istilah “Alamul Ajsam. Serta pencipta ilmu pengetahuan dinamainya dengan “Ahlul Hikam”. As Suhrawardy menggabungkan Filsafat yang mendalam dengan tasawuf yang mendalam sehingga menghasilkan  Filsafat Irsyaq (Filsafat Baru). Para ulama’ menilai bahwa tasawuf tersebut adalah kesesatan belaka dan hal itu membawanya dalam penjara dan meninggal dalam keadaan yang tragis.

2.       Al Ghazwany (w 545H/1151M)
Al Ghazwany mengamalkan ajaran tasawufnya melalui zikir yang diikuti oleh para murid-muridnya yang duduk melingkarinya dengan menggoyang-menggoyangkan dirinya bahkan ada yang menari-nari. Sebagai murid dari Abu Said yang menganut ajaran “Wihdatul Wujud” (penyatuan wujud hamba dengan Tuhannya) beliau mengamalkannya dengan penafsiran dan penentakwilkan Al Qur’an dan Al Hadits serta mengubah beberapa sya’ir.
Pelembagaan pendidikan Islam yang mengajarkan Tasawuf dan mengamalkannya disebut tarekat, yakni :  
a.       Tarekat Qadiriyah yang dinisbatkan kepada pendirinya adalah Syeikh Abdul Qodir Jailany.


b.    Tarekat Rifa’iyah yang dinisbatkan kepada pendirinya
      (Ahmad Abu Al Hasan Ar rifa’i  w 570 H)
Pada periode ini suasana kemelut antara ulama’ syari’at dengan ulama Tasawuf kembali memburuk karena pemikiran-pemikiran Al Hulul, Wihdatul Wujud dan Wihdatul Adyan kembali dihidupkan oleh kebanyakan Ulama Tasawuf sehingga timbul berbagai protes dari ulama’ syari’at dan mengajukan keberatannya kepada penguasa pada saat itu.
7.       Abad Ketujuh Hijriyah
1.       Umar Ibnu Al Faridh (576H/1181M-632H/1233M)
Beliau adalah penerus dari ajaran Wihdatul wujud, dalam kitab karangannya “Ath Thaiyatul Kubra” yang berisi gubahan-gubahan syair. Terdapat pula kesamaan tekanan uraiannya dengan kitab karangan Ibnu ‘Araby yang berjudul “Ath Thaiyatul Kubra” ia menguraikan bahwa cintalah yang membakar jiwanya sehingga ia ingin selalu ittishal (berhubungan) dan ittihad (bersatu) dengan Tuhannya untuk mencapai tujuan Tasawuf.

2.       Ibnu Sabi’in (613H/1215M-667H/1269H)
Beliau adalah seorang Ulama’ yang sering mengeluarkan pemikiran yang terlalu bebas dan dianggapnya ganjil oleh ulama’ syari’at. Pemikiran-pemikiran yang telah dikemukakannya antara lain :
a.       Mengapa Muhammad bin Abdillah mempersempit alam yang luas ini dengan mengatakan tidak ada lagi nabi setelahnya.
b.      Orang-orang yang bertawaf di sekeliling ka’bah seperti keledai yang beputar-putar mengelilingi kilangan.

3.       Jalaluddin Ar Rumy (604H/1217M - 672H/1273M)
Dalam masalah ikhtiar beliau mengatakan bahwa manusia dilahirkan di dunia untuk berjuang dan bekerja keras dalam mencari kebahagiaan hidup. Beliau terpengaruh oleh teori Mu’tazilah  serta teori evolusi dari evolusi filsafat.

8.    Abad Kedelapan Hijriyah
Perkembangan pada abad ini hampir sama dengan perkembangan abad ketujuh, Ibnu Taimiyah adalah seseorang yang dikenal sebagai tokoh muslim yang memurnikan ajaran tasawuf dan filsafat. Ajaran tasawuf yang dominan pada abad ini adalah ajaran tasawuf Ibnu Araby, antara lain pemikiran “Wihdatul wujud”. Ibnu Taimiyah memandang bahwa ajaran tersebut menyesatkan umat Islam, maka ia berusaha untuk memeberantasnya melalui kegiatan belajar mengajar dan kitab karangannya.

9.     Abad Kesembilan, Kesepuluh dan Sesudahnya
Dalam beberapa abad ini ajaran tasawuf sangat sunyi di dunia Islam. Keberadaannya lebih buruk dibanding keberadannya pada abad keenam, ketujuh dan kedelapan hijriyah.
Ada dua faktor yang menyebabkan runtuhnya pengaruh ajaran tasawuf di dunia Islam  yaitu :
1.      Ahli tasawuf kehilangan kepercayaan diri dan banyak
diantara mereka yang menyimpang dari ajaran Islam, contohnya
tidak lazim menjalankan shalat karena mereka sudah mencapai tingkat ma’rifat.
2.      Ketika masa penjajahan bangsa Eropa yang beragama
nasrani telah menguasai negeri Islam, hal tersebut digunakan untuk menghancurkan ajaran tasawuf yang sangat bertentangan dengan pahamnya.
Tokoh-tokoh pada abad-abad ini  antara lain :
1.       Abdul Wahhab Asy sya’rony (898-973H/1490-1565M)
2.       Abul Abbas Ahmad Bin Muhamad bin Mukhtar At Tijani (1150 H/1737 M- 1237 H/1815 M), pendiri tarekat Tijani
3.       Sayyid Muhammad Bin Ali As Sanusy (1791 M), pendiri tarekat Sanusi
4.       Syekh Muhammad  Amin Al Kurdi (W 1914 M), pengikut tarekat Naqsabandiyah




[1] Nurul Imamah, Tasawuf Jalan yang Sesungguhnya, (Makassar : Arus Timur, 2013), Hal.1
[2] Aboebakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi Dan Tasawuf,(Solo : CV. Ramadhani, 1990) 43-44,                         
[3] Nurul Imamah, Tasawuf Jalan yang Sesungguhnya, Hal.2
[4] Syekh Khaled Bentounes, Tasawuf Jantung Islam, (Yogyakarta : Pustaka Sufi, 2003), Hal. 25
[5] A. Mustofa, Akhlaq Tasawuf, (Bandung : CV Pustaka Setia, 1999), hal. 209
[6] Ibid.
[7] Nurul Imamah, Tasawuf Jalan yang Sesungguhnya, hal. 3
[8] Ibid,. hal. 4
[9] A. Mustofa, Akhlaq Tasawuf, hal.220
[10] Nurul Imamah, Tasawuf Jalan yang Sesungguhnya, Hal. 5
[11] A. Mustofa, Akhlaq Tasawuf,  hal. 227

0 komentar:

Posting Komentar