1.1 Latar Belakang Masalah
Fitrah
manusia adalah menyukai keindahan. Seni bagi manusia adalah potensi dalam
mengekspresikan keindahan untuk dinikmati. Kemampuan manusia dalam
mengekspresikan seni merupakan salah satu perbedaan dengan makhluk lainnya.
Jika demikian, pasti Islam
mendorong selama mendukung fitrah manusia yang suci yang cinta pada keindahan[1].
Naluri
manusia dalam mencintai keindahan, mendukung perkembangan seni dari masa ke
masa, khususnya seni musik. Musik mengalami masa keemasan dalam sejarah
peradaban Islam.
Terlebih lagi musik menjadi salah satu tradisi yang berkembang di Semenanjung
Arab sebelum kedatangan Islam.
Bahkan tidak dapat dipungkiri, sejumlah ritual keagamaan pun yang dijalankan
umat Islam mengandung musikalitas seperti adzan, takbiran di hari raya, sholawatan dan ilmu qiroah dalam pembacaan al Qur’an.
Eksistensi musik
menduduki peran signifikan dalam peradaban manusia, dikarenakan musik mempunyai
hasil atau artefak yang dapat dinikmati, diapresiasi, diinterprestasi, serta
diperjualbelikan.
Akan tetapi di sisi lain, keberadaan
musik mendapat kecaman keras sebagian ulama. Mereka memandang bahwa
mendengarkan musik merupakan aktifitas yang
tidak produktif,
melalaikan dan menyia-nyiakan waktu. Paradigma sebagian ulama tentang musik memiliki dasar yang
kuat dan jelas, salah satunya berlandaskan hadits. Sekilas kecaman ini
meresahkan musisi Islam
untuk merealisasikan bakatnya di
bidang
seni musik.
Sebagai umat Islam yang berpedoman
dengan al Qur’an dan al
Hadits, maka diperlukan
pemahaman yang syarat akan metodologis ilmiah, sebagai upaya dapat menangkap pesan
yang terkandung dalam teks hadits. Mendudukan pemahaman hadits pada tempat yang
proporsional, kapan dipahami secara tekstual, kontekstual, universal, temporal,
situasional maupun lokal
merupakan
hal penting. Karena bagaimanapun juga pemahaman yang kaku, radikal dan statis sama artinya menutup
keberadaan Islam
yang shahih likuli zaman wal makan.
Oleh karena itu,
Penulis tertarik untuk
menela’ah HR. Bukhari bab
ماجاء فِيْمنْ يسْتحلّ
الخمر و يُسمّيهِ بِغيْر اسْمِه tentang musik.
1.2
Rumusan
Masalah
Melihat hal yang
melatarbelakangi di atas,
maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep musik dalam tinjauan
HR. Bukhari bab
مَاجَاءَ
فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه ?
2. Bagaimana kategori musik yang diharamkan dalam
tinjauan HR.Bukhari bab مَاجَاءَ
فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه
?
3.
Bagaimana eksistensi musik di kalangan umat Islam ?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian karya ilimiah ini adalah :
1.
Untuk
mengetahui konsep musik dalam tinjauan HR. Bukhari bab
مَاجَاءَ
فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه
2. Untuk mengetahui bagaimana
kategori-kategori musik yang diharamkan dalam pemahaman HR. Bukhari bab مَاجَاءَ
فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه
3. Untuk mengetahui eksistensi musik di kalangan umat Islam.
1.4
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian karya ilmiah
ini adalah :
1.
Memberi
informasi kepada Pembaca
mengenai pemahaman musik dalam HR. Bukhari
bab مَاجَاءَ
فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه
.
2. Agar Pembaca dapat membedakan antara
kategori musik yang halal dan haram ditinjau dengan HR.Bukhari bab مَاجَاءَ
فِيمَنْ يَستحلّ الخمْر و يُسمِّيهِ بِغيْر اسْمِه
3.
Agar musisi-musisi Islam dapat mengekspresikan bakatnya sesuai dengan
syariat agama.
1.5 Metodologi Penelitian
Dalam
penulisan karya ilmiah ini, Penulis menggunakan metode studi pustaka, yaitu
Penulis mengambil sumber dari buku-buku dan internet yang berhubungan dengan
judul karya ilmiah ataupun sumber lain yang dapat digunakan sebagai pedoman Penulis.
1.6 Sistematika
Penulisan
Dalam
penulisan karya ilmiah ini Penulis membagi menjadi beberapa bab dan setiap bab
terdiri dari beberapa sub bab, sebagai berikut :
Bab
I Pendahuluan, yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab
II Landasan teori, meliputi pengertian hadits, kedudukan hadits sebagai sumber
hukum, pembagian hadits menurut kehujjahannya, pengertian seni dan musik, perkembangan musik
dalam peradaban Islam.
Bab
III Pembahasan, meliputi teks hadits, struktur sanad hadits, biografi Perowi hadits, kajian
linguistik, kajian tematis komprehensif, kajian konfirmatif,
analisis generalisasi, analisis praksis.
Bab
IV Penutup, terdiri atas kesimpulan dan saran.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1
Pengertian Hadits
Ali bin Abi Thalib menjelaskan bahwa Islam itu taslim (menyerah). Tuhan
sendiri telah
menyatakan bahwa betapa Islam mempunyai kedudukan yang sempurna,
Islam diturunkan bukan untuk mempersulit umatnya.[2]
Islam
menurut Abu al-A’la al Maududi adalah tunduk dan patuh kepada perintah orang
yang memberi perintah dan larangan tanpa membantah.[3]
Perintah dan larangan tersebut ada di al Qur’an dan al Hadits.
Al hadits
menurut bahasa mempunyai beberapa pengertian yaitu :
- Al jadid yang artinya baru, lawan kata qadim (lama). Jamak dari
hadits
di sini hidats, hudatsah atau huduts.
- Al qarib (yang dekat) berarti yang belum lama terjadi.
- Al-khabar (berita), yaitu sesuatu yang diperbincangkan dan
dipindakan dari seseorang kepada orang lain[4].
Hadits dengan pengertian al khabar diambil dari kata haddatsa,
yuhadditsu, tahdits yang bermakna riwayat atau ikhbar
(mengabarkan) sebagaimana dapat dilihat pada QS. at-Thur (52) : 34 di bawah
ini :
فليَأتوا بِحَديْث مثلِه اِن
كانوا صادِقيْن (الطور : ٣٤)
“Hendaklah mereka mendatangkan suatu khabar yang
sepertinya, jika mereka orang yang benar.”
Sedangkan al Hadits menurut istilah (terminologi) diartikan
sebagai segala sesuatu yang diambil dari Rasul SAW sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rasul[5].
Para ahli memberikan definisi yang berbeda-beda sesuai
dengan latar belakang disiplin ilmunya. Pengertian hadits menurut ahli ushul
akan berbeda dengan pengertian yang diberikan oleh ahli hadits.
Menurut
ahli hadits (muhadditsin), pengertian
hadits dibagi
dua, yaitu pengertian hadits terbatas (sempit) dan pengertian hadits yang luas.
Pengertian
hadits yang terbatas adalah :
اَقوال
النّبى صَلي الله عليْهِ وسلّم وَ أفعَله و أحْوَله
“ Segala
perkataan, perbuatan dan hal ihwal Nabi SAW.”
Yang
dimaksud dengan “hal ihwal” ialah segala yang diriwayatkan dari Rasulullah
SAW yang berkaitan dengan himmah (hasrat), karakteristik, sejarah
kelahiran dan kebiasaan-kebiasaannya[6].
Ada juga yang memberikan pengertian :
ما أضِيْف
الي النّبي صلي الله عليه و سلّم قَولاً أو فعلاً
أوْ تقرِيرًا أوْ صِفةً
“Sesuatu yang
disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, taqrir
mupun sifat beliau.”
Pengertian
ini mengandung empat macam unsur, yakni perkataan, perbuatan , pernyataan dan
sifat-sifat atau
keadaan-keadaan
Nabi SAW.[7] Terbatas hanya
disandarkan kepada beliau saja, tidak termasuk hal-hal yang disandarkan kepada
sahabat dan tabiit-tabiin.
Pengertian hadits yang luas adalah tidak hanya
mencakup sesuatu yang dimarfu’kan
kepada Nabi Muhammad SAW saja, tetapi juga perkataan, perbuatan juga taqrir
yang disandarkan kepada sahabat dan tabi’itpun disebut al-hadits.
إنّ الحَديث لا يَخْتصّ بالمرفُوع إليه صلي الله عليه و سلّم بَلْ جَاءَ
بإ طلاقه أيضًا للموقوفِ (وهو ما اضِيف اِلي الصَحا بّي مِنْ قولٍ وَ نحوه) والمقطُوْع
(وَهو مَا اضيف للتّا بِعِي )
“Sesungguhnya hadits itu bukan
hanya yang dimarfu’kan kepada Nabi Muhammad SAW saja, melainkan dapat
pula disebutkan pada apa yang mauquf (disandarkan pada sahabat) dan apa
yang maqthu’ (disandarkan pada tabi’in)”.
Sementara
para ulama ushul memberikan pengertian :
أقواله وافْعا له و تقريرِاته التِي تثبت الأحْكام وتقرِّرهَا
“Segala perkataan Nabi Muhammad SAW,
perbuatan dan taqrirnya yang berkaitan dengan hukum syara’ dan
ketetapannya.”
Berdasarkan pengertian
hadits menurut ahli ushul, jelas bahwa hadits adalah segala sesuatu yang
bersumber dari Nabi Muhammad SAW baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan yang
berhubungan dengan hukum, maka tidak termasuk hadits sesuatu yang tidak
bersangkut paut dengan hukum[8].
Ahli ushul membedakan posisi Muhammad SAW sebagai Rasul dan sebagai
manusia biasa. Yang dikatakan hadits adalah sesuatu yang berkaitan dengan misi
dan ajaran Allah yang diemban oleh Muhammad sebagai Rasulullah, sedangkan
kebiasaan-kebiasaan, tata cara berpakaian, cara tidur dan sifat kemanusiaan
tidak dapat dikategorikan sebagai hadits. Dengan demikian, pengertian hadits menurut
ahli ushul lebih sempit dibandingkan
pengertian hadits menurut ahli hadits.
2.2 Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Hukum
Seluruh
umat Islam telah sepakat bahwa hadits
merupakan sumber dan dasar hukum Islam setelah al-Qur’an dan umat Islam
diwajibkan mengikuti hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti al-Qur’an.
Al-Qur’an dan al Hadits
merupakan dua sumber hukum Islam
yang tetap, umat Islam tidak
mungkin memahami syari’at secara mendalam dan lengkap tanpa kembali kepada kedua sumber Islam
tersebut. Seorang mujtahid dan ‘alimpun tidak diperbolehkan hanya
mencukupkan diri dengan salah satu dari keduanya.[9] Banyak ayat al-Qur’an
dan al Hadits yang memberikan pengertian bahwa hadits itu merupakan sumber
hukum Islam selain al-Qur’an yang wajib diikuti, baik dalam bentuk perintah
maupun larangan. Uraian di bawah ini merupakan paparan tentang kedudukan hadits sebagai sumber hukum
Islam dengan melihat beberapa dalil, baik naqli
atau ‘aqli.
Allah SWT berfirman :
وما أتا كُم الرّسولُ فخدوه وما
نها كُم عنه فَانته (الحشر: ٧)
“Dan apa yang didatangkan Rasul,
ambilah dia dan apa yang dilarang Rasul, hentikan dia,” ( QS. Al-Hasyar : 7 ).
Tuhan
telah memerintahkan kita untuk mengikuti Rasul sebagaimana Tuhan memerintahkan
kita mentaati-Nya. Allah SWT berfirman :
وأطِيْعُوا الله والرّسُول لَعلّكُمْ
تُرْحَمُوْنَ (العمران: ١٣٢)
“Dan taatilah Allah SWT dan Rasul supaya kamu
dirahmati.” (QS. Ali Imran : 132). Bahkan Allah
SWT mengancam orang-orang yang menyalahi Rasul, seperti
dalam firman-Nya :
فليَحذرِالّذينَ
يخالفونَ عَن امْرِهِ ان تصيبَهمْ عَذابٌ اَلِيمٌ (النور : ٦٣)
“Hendaklah
berhati-hati mereka yang menyalahi Rasul (tidak menuruti ketetapannya), bahwa
mereka akan ditimpa fitnah (cobaan yang berat) atau azab yang pedih.” (QS. An Nukr :
63 )”.
Sekali-kali
Tuhan tiada membenarkan para umat menyalahi Rasulullah SAW, menyalahi hukumnya
dan sunahnya, Allah berfirman :
وما كان لِمؤمنٍ ولا مؤمنَهُ اذا قضى اللهُ ورسُولِه
امرًا اَن يكون لهم الخِيَرَةُ مِن امرِهِمْ ومَن يَعْصِ اللهَ ورَسُولَه فقدْ ضَلّ
ضَلا لاً مُّبِيْناً (الاحزاب : ٣٦)
“Tidaklah
patut bagi orang yang beriman laki-laki
dan perempuan bila Allah dan Rasulnya telah menetapkan suatu perkara, untuk
memilih urusannya sendiri. Dan barang siapa menentang Allah dan Rasulnya
sungguh ia telah tersesat jauh.” (QS. Al-Ahzab : 36). Allah juga
berfirman :
قلْ أطِيعوا
اللهَ والرّسولَ فإِن توَلّوْا فإنّ اللهَ لا يُحِبُّ الكَافرِينَ ( العمران : ٣٢)
“Katakanlah
olehmu (Ya Muhammad) : taatlah kamu
kepada Allah SWT
dan Rasul. Jika mereka berpaling, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang ingkar.” (QS. Ali-Imran : 32).
Dalam ayat lain
Allah SWT berfirman :
ياأيّها الّذين أمنَوا أمِنواْ
بااللهِ ورسولِه والكِتابِ الّذي نزّل على رسوله والكتابِ الّذي اَنْزلَ مِن قبلُ
ومَن يَكْفُرْ بااللهِ وملائكته وكُتبِه ورسولِه واليومِ الأخر فقدْ ضلّ ضلالً بَعِيداً
(النسا : ١٣٦)
“Wahai
orang-orang yang beriman, tetaplah kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab
yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan
sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikatNya,
Rasul-RasulNya dan hari kemudian maka sesungguhnya orang itu telah sesat
sejauh-jauhnya”.
(QS. An-Nisa : 136 ).”
Dalam firman
Allah yang lain :
وأطيعُوا
الله وأطيعُوا الرّسولَ واحذرُوْا (الما ئدة : ٩٢)
“Dan taatlah
kamu kepada Allah dan kepada Rasul-Nya dan berhati-hatilah” (QS. Al-Maidah :
92).
Dari beberapa ayat al-Qur’an di atas tergambar bahwa
setiap ada perintah taat kepada Allah SWT dalam al
Qur’an selalu diiringi dengan perintah taat kepada
Rasul-Nya. Bentuk-bentuk ayat seperti ini
menunjukkan betapa pentingnya kedudukan penetapan kewajiban taat terhadap semua
yang disampaikan oleh Rasul SAW. Maka dapat dinyatakan bahwa ungkapan
wajib taat kepada Rasul SAW dan larangan mendurhakainya, merupakan suatu kesepakatan yang tidak
diperselisihkan oleh umat Islam. Sebagaimana sabda Rasul yang berkenaan dengan
keharusan menjadikan al Hadits sebagai pedoman hidup :
تركتُ
فِيكُمْ اَمْرَيْنِ لَن تضِلُّوا ما تَمسَكْتُم بِهما كِتابَ اللهِ وسُنّةِ نَبِيّهِ
(رواه مالك )
“Aku tinggalkan dua
pusaka untukmu sekalian, yang kalian tidak akan tersesat selagi kamu berpegang
teguh pada keduanya,
yaitu berupa kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.” ( H.R Malik ). Dalam hadits lain Rasulullah bersabda :
فعَلَيكُمْ بِسُنّتِي و سنّةِ الخلفاء الرّ شدين المهديِّين تمسّكوا بها
وعضّوْا عَليْها (رواه ابو داود ابن ماجه)
“Wajib bagi
sekalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah khulaufaur Rasyidin
(khalifah yang mendapat petunjuk), berpegang teguhlah kamu sekalian dengannya.”
(H.R Abu Daud dan Ibn Majah).
Hadits-hadits
di atas, menunjukan kepada kita bahwa berpegang atau menjadikan hadits sebagai
pedoman hidup itu adalah wajib, sebagaimana wajib berpegang teguh kepada
al-Qur’an.
2.3
Pembagian
Hadits Menurut Kehujahannya
Hadits apabila dilihat dari segi diterima
atau tidaknya ia menjadi hujjah
dalam beramal dapat
dibagi dua yaitu hadits maqbul dan hadits mardud.
2.3.1
Hadits maqbul
2.3.1.1 Hadits shahih
Hadits dapat dinilai shahih apabila memenuhi
syarat-syarat,
yaitu Perowi bersifat ‘adil,
kuat ingatannya, sanad tidak terputus, hadits tidak ber’ilat dan tidak
janggal (tidak syadz).[10]
Sanad hadits harus bersambung. Maksudnya adalah bahwa setiap
Perowi dapat saling bertemu dan menerima langsung dari guru yang memberinya.[11]
Perowi adalah ‘adil yaitu semua Perowi harus Islam,
baligh, adil, memiliki ingatan yang kuat juga senantiasa melakukan segala
perintah agama dan meninggalkan semua larangan-Nya. Senantiasa menjauhi
perbuatan-perbuatan dosa kecil yang dapat menodai agama dan sopan santun, dan senantiasa
memelihara ucapan dan perbuatan juga
tidak mengikuti salah satu madzhab yang bertentangan dengan dasar syara’.[12]
Perowinya adalah dhobith, artinya Perowi hadits memiliki
ketelitian dalam menerima hadits, memahami apa yang didengar, serta mampu
mengingat, dan menghafalkan sejak ia menerima hadits sampai pada ia
meriwayatkannya atau ia mampu memelihara hadits yang ada di dalam catatannya
dari kekeliruan, atau dari terjadinya pertukaran, pengurangan, dan sebagainya
yang dapat merubah hadits.
Hadits tidak syadz diartikan sebagai hadits yang
memiliki Perowi dan matan yang tidak bertentangan dengan hadits lain yang lebih
kuat dan lebih
shahih.
Arti ‘illat hadits, ‘illat menurut bahasa
artinya cacat, penyakit, keburukan dan kesalahan membaca. Hadits yang ber’illat artinya hadits-hadits yang cacat atau penyakit yang samar-samar.[13]
Jika dilihat secara dzohir terlihat Shohih,
tetapi sebenarnya hadits tersebut
menyimpan keragu-raguan.
2.3.1.2 Hadits
hasan
الحسن ما
اتّصل سَنَدهُ بِعدْلٍ خفَّ ضبْطه مِن غير شدودٍ ولا علّة
Hadits
yang memiliki sanad yang muttashil (bersambung), ‘adil, namun
kurang dhabit, tanpa terkena syadz
dan ‘illat. Hadits hasan dapat dijadikan hujjah dalam penetapan
hukum serta dapat diamalkan seperti halnya hadits shahih.
2.3.2
Hadits mardud
2.3.2.1 Hadits
dha’if
Kata dha’if secara bahasa adalah lawan dari al-Qowiy,
yang
berarti lemah. Hadits dha’if adalah hadits
yang ditolak dan tidak dapat dijadikan hujjah dalam menetapkan suatu
hukum. Pada dasarnya hadits dikatakan dha’if
karena dua alasan, yaitu memiliki sanad yang tidak bersambung dan
terdapat cacat pada diri seorang Perowi atau pada matan dari hadits.
Para
ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits dha’if baik penggunaan
sebagai hujjah atau sebagai amalan kebaikan. Pendapat pertama
mengatakan, hadits dha’if sama sekali tidak boleh dijadikan hujjah, baik
untuk mendorong berbuat kebajikan maupun dalam penetapan hukum.[14]
Pendapat kedua mengatakan, hadits dha’if mutlak dapat digunakan sebagai hujjah.[15]
Pendapat ketiga mengatakan, hadits dha’if boleh digunakan khusus dalam masalah dorongan
berbuat kebajikan atau sekedar penambah semangat (targhib),
atau untuk mengancam (tarhiib) dari amalan yang sudah diperintahkan atau
dilarang dalam hadits atau riwayat yang shahih.[16]
Hadits
dha’if masih meragukan, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “ Tinggalkanlah apa-apa yang
meragukan kamu (menuju) kepada yang tidak meragukan." HR. Ahmad (I/200),
at-Tirmidzi (no. 2518) dan an-Nasa-i (VIII/327-328), ath-Thabrani dalam
al-Mu’jamul Kabir (no. 2708, 2711), dan at-Tirmidzi berkata, "Hadits hasan
shahih."
2.4 Pengertian Seni dan Musik
Kata
seni berasal dari kata “sani” yang
artinya jiwa yang luhur atau
ketulusan jiwa. Terdapat berbagai
pengertian mengenai seni, Abdurrahman Al Bagdadi dalam ensiklopedi Indonesia
mengatakan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa
manusia, dilahirkan dengan perantara alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat
ditangkap oleh indera penglihatan (seni musik, perantara gerak (seni tari) atau
pendengaran (seni musik)[17].
Sidi Gazalba menjelaskan bahwa seni merupakan hasil dari cipta karsa dan citra
manusia yang menyenangkan yang dilahirkan oleh agama maupun tata hubungan
manusia.
Selanjutnya
Quraish shihab mengatakan bahwa seni merupakan ekspresi ruh dan budaya manusia
yang mengandung dan mengungkapkan keindahan. Ia lahir dari sisi terdalam
manusia didorong oleh kecenderungan seniman yang indah, apapun jenis keindahan itu.[18]
Ki
Hajar Dewantara mengatakan bahwa seni adalah hasil keindahan sehingga dapat
menggerakan perasaan indah orang yang melihatnya.
Sedangkan
pengertian musik adalah salah satu media ungkapan kesenian, musik mencerminkan
kebudayaan masyarakat pendukungnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik adalah ilmu atau seni menyusun nada atau suara yang
diutarakan, dikombinasi dan hubungan temporal untuk menghasilkan
komposisi (suara) yang mempunyai keseimbangan dan kesatuan, nada atau suara
yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (
terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi)[19].
Pengertian musik sering
dibedakan dengan pengertian lagu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia lagu
atau nyanyian merupakan ragam suara yang berirama (membaca, syair atau puisi,
dan lain-lain).[20] Dari
pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa musik dan nyanyian merupakan dua
hal yang berkaitan satu sama lain. Pengertian musik lebih luas daripada
pengertian lagu. Adpun lagu merupakan bagian dari suatu karya musik baik karya
musik yang menggunakan lirik atau tanpa lirik (instrumental).
Pengertian
musik menurut
para ahli, Soeharto mengatakan musik adalah
pengungkapan gagasan melalui bunyi yang unsur dasarnya berupa melodi, irama dan
harmoni dengan unsur pendukung berupa bentuk gagasan, sifat dan warna bunyi, namun
dalam penyajiannya seiring dengan unsur-unsur lain, seperti bahasa, gerak, atau
warna.
Menurut
Kosasih, musik dapat diartikan sebagai cetusan ekspresi
perasaan atau pikiran yang dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bunyi.[21]
Suara musik yang baik adalah hasil interaksi dari tiga elemen, yaitu irama,
melodi dan harmoni. Melodi adalah
rangkaian nada atau bunyi berdasarkan perbedaan tinggi rendah atau naik
turunnya.[22]
Irama adalah aliran ketukan dasar yang
teratur mengikuti beberapa variasi gerak melodi atau pengaturan suara dalam
suatu waktu, panjang, pendek dan tempo.[23]
Sedangkan kombinasi yang
baik antara irama dan melodi melahirkan bunyi yang harmoni (selaras).
2.5
Perkembangan Musik dalam Peradaban Islam
Di
era kejayaannya, umat Islam mampu mencapai kemajuan dalam
bidang seni musik. Terlebih lagi, musik dan
puisi menjadi salah satu tradisi yang berkembang di Semenanjung Arab sebelum
kedatangan Islam. Seni musik Islam mulai berkembang ketika wilayah kekuasaan
Islam meluas. Pada saat itu, kaum Muslim mulai berbaur dengan berbagai bangsa
yang masing-masing mempunyai kebudayaan dan kesenian. Pencapaian peradaban
Islam dalam bidang musik tercatat dalam Kitab Al-Aghani yang ditulis oleh Al-Isfahani
(897 M-967 M)[24]. Dalam kitab itu, tertulis sederet
musisi di zaman kekhalifahan.
Ibnu Misjah (wafat tahun 705 M) merupakan ahli musik
pertama yang muncul di awal perkembangan seni musik pada masa kejayaan
peradaban Islam. Seni musik berkembang pesat di era kekuasaan Dinasti
Abbasiyah. Para ilmuwan Muslim menerjemahkan risalah musik dari Yunani terutama
ketika Khalifah Al-Ma’mun berkuasa. Para Khalifah Abbasiyah pun turut
mensponsori para Penyair dan Musisi. Salah
satu musisi yang karyanya diakui dan disegani adalah Ishaq Al-Mausili (767
M-850 M). Beliau musisi Islam pertama yang memperkenalkan solmilasi : (do re mi
fa sol la si do) dalam bukunya Book
of Notes and Rhythms.
Di era keemasan
Islam pun berkembang alat-alat musik, diantaranya dua alat musik tiup terbuat dari kayu yang disebut
dengan Alboka dan alboque berasal dari bahasa arab albuq
yang berarti terompet. Inilah cikal bakal klarinet dan terompet modern[25]. Kemudian
Maurice J Summerfield dalam bukunya bertajuk The Classical Guitar,
menyebutkan bahwa gitar modern merupakan turunan dari alat musik berdawai empat
dinamai Oud yang dibawa oleh masyarakat Muslim. Oud kemudian berkembang menjadi
kecapi modern saat ini. Menurut Al-Farabi Oud ditemukan oleh Lamech cucu keenam
Nabi Adam as. Biola, cikal bakal timpani, rebec dan rebab biola modern yang
saat ini berkembang pesat di dunia barat juga
berawal dan berakar dari dunia Islam ditemukan oleh al-Farabi.
Umat
Islam juga memiliki Yunus bin Sulaiman
Al-Khatib (wafat 785 M). Beliau adalah pengarang musik pertama dalam Islam.
Kitab-kitab karangannya dalam bidang musik sangat bernilai tinggi sehingga
pengarang-pengarang teori musik Eropa banyak yang merujuk ke ahli musik ini.
Dalam perkembangan selanjutnya, dikenal juga Khalil bin Ahmad (wafat tahun 791
M). Beliau telah mengarang buku teori musik mengenai not dan irama. Selain itu
ada Ishak bin Ibrahim Al-Mausully (wafat tahun 850 M) yang telah berhasil
memperbaiki musik Arab jahiliyah dengan sistem baru. Buku musiknya yang
terkenal adalah Kitabul Alhan Wal-Angham (Buku Not dan Irama). Beliau juga
sangat terkenal dalam musik sehingga mendapat julukan Imam Ul-Mughanniyin (Raja
Penyanyi). Kemudian ada Hurdy Gurdy musisi Islam yang dikenal sebagai nenek moyang
piano[26]. Selain penyusunan kitab musik yang
dicurahkan pada akhir masa pemerintahan Dinasti Umayyah. Prof A Hasmy dalam
bukunya mengenai Sejarah kebudayaan
Islam mengungkapkan “pada
masa Dinasti
Umayyah
para Khalifah dan para Pejabat lainnya memberikan perhatian yang
sangat besar dalam pengembangan pendidikan musik. Banyak sekolah musik
didirikan oleh negara Islam di berbagai kota dan daerah, baik sekolah tingkat
menengah maupun sekolah tingkat tinggi. Sekolah musik yang paling sempurna dan
teratur adalah yang didirikan oleh Sa’id ‘Abd-ul-Mu’min (wafat tahun 1294 M).
Pendirian sekolah musik ini terutama banyak dilakukan pada masa pemerintahan
Dinasti Abbasiyah. Salah satu sebab mengapa di masa Dinasti Abbasiyah didirikan
banyak sekolah musik, menurut Prof A Hasmy, karena keahlian menyanyi dan
bermusik menjadi salah satu syarat bagi Pelayan (budak), Pengasuh, dan dayang-dayang
di istana dan di rumah Pejabat negara atau di rumah para hartawan untuk
mendapatkan pekerjaan. Karena itu, telah menjadi suatu keharusan bagi para
pemuda dan pemudi untuk mempelajari musik.
Pada awal berkembangnya Islam, musik diyakini
sebagai cabang dari matematika dan filsafat. Tak heran jika banyak di antara
para matematikus dan filsuf Muslim terkemuka yang juga dikenal karena sumbangan
pemikirannya terhadap perkembangan seni musik. Salah satu diantaranya adalah
Al-Kindi (800 M-877 M). Ia menulis tak kurang dari 15 kitab tentang musik,
namun yang masih ada tinggal lima. Al-Kindi adalah orang pertama yang menyebut
kata musiqi[27].
Tokoh Muslim lainnya yang juga banyak
menyumbangkan pemikirannya bagi musik adalah Al-Farabi (870 M-950 M). Ia
tinggal di istana
Saif al-Dawla Al-Hamdan di Kota Aleppo. Matematikus dan filsuf ini juga sangat
menggemari musik serta puisi. Selama tinggal di istana al-Farabi mengembangkan kemampuan musik
serta teori tentang musik. Al-Farabi juga diyakini sebagai penemu dua alat
musik, yakni rabab dan qanun.
Pada masa
Khalifah Ali bin Abi Thalib.
Musik dijadikan sebagai terapi pengobatan oleh para musisi Islam,
seperti Abu Yusuf Yaqub ibnu Ishaq al-Kindi (801–873 M) dan al-Farabi (872-950
M).
R. Saoud dalam tulisannya bertajuk The
Arab Contribution to the Music of the Western World menyebutkan bahwa
al-Kindi sebagai psikolog Muslim pertama yang mempraktikkan terapi musik. Menurut
Saoud, pada abad ke-9 M al-Kindi sudah menemukan adanya nilai-nilai
pengobatan pada musik. Dengan terapi musik, al-Kindi mencoba menyembuhkan
seorang anak yang mengalami quadriplegic atau lumpuh total.
Terapi
musik juga dikembangkan ilmuwan Muslim lainnya, yakni al-Farabi (872-950 M).
Al-Farabi menjelaskan terapi musik dalam risalah yang berjudul Meanings of
Intellect, al-Farabi
telah membahas efek-efek musik terhadap jiwa.
Terapi musik berkembang semakin pesat di dunia
Islam pada era kekhalifahan
Turki Usmani. Gagasan dan pemikiran yang dicetuskan ilmuwan Muslim, seperti al-Razi,
al-Farabi, dan Ibnu Sina. Para
ilmuwan dari Turki Usmani sangat tertarik untuk mengembangkan efek musik pada
pikiran dan badan manusia. Tak heran jika Abbas Vesim (wafat 1759/60) dan
Gevrekzade telah mengusulkan agar musik dimasukkan dalam pendidikan kedokteran.
Keduanya berpendapat, seorang dokter yang baik harus melalui latihan musik.
Usulan Vesim dan Gevrekzade itu diterapkan di universitas-universitas hingga
akhir abad pertengahan.
Para
ahli terapi musik di zaman Ottoman meyakini bahwa Pasien yang menderita
penyakit tertentu atau emosi seseorang dengan temperamen tertentu dapat
dipengaruhi oleh ragam musik tertentu.
Pada era kejayaan Kesultanan Turki Usmani, terapi
musik biasanya digunakan untuk beberapa tujuan, seperti pengobatan kesehatan
mental, perawatan penyakit organik, atau perbaikan harmoni seseorang. Bahkan para ilmuwan di era Ottoman sudah mampu
menetapkan jenis musik tertentu untuk penyakit tertentu. Misalnya, jenis musik huseyni
dapat mengobati demam. Sedangkan, jenis musik zengule dan irak
untuk mengobati meningitis.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Teks Hadits
وقال هِشَام بن عَمّار حدّثنا صَدقة بن خَالِد حدّ ثنا عبْدُ
الرّحْمن بن يَزِيْد بن جَابِر حدثنا عَطِيّة بن قَيْس الكِلاَبِيّ حَدّ ثنا عَبْدُ
الرَحْمن بن غَنْم الأّشعُرِي قال حدّثني أبُوْ عامر أوْ أبُو مالك الأشعرِي وَالله
ما كذَبنِي سَمِع َالنّبِيَ صلى الله عَليْه وسلّم يقُول ليَكُونَنّ مِنْ أمتِي أقْوامٌ يَسْتحِلّوْنَ
الحِرَ والحَرِيْرَ والخَمْرَ والمعَازِفَ ولَينْزِلَنّ أقْوامٌ إلَى جنْبٍ عَلَمٍ
يرُوْحُ عليْه بِسَارِحَة ٍلهُمْ يَأتيْهِمْ يعني الفقير لِحَاجَة فيقولوا ارْجِعْ
إليْنَا غدًا فيُبَيِتُهُم الله ويَضَعُ العَلَمَ ويَمْسَخُ آخريْنَ قِرَدَةً وحَنَازِيْرَ
إلىَ يومِ القِيَامَة
Telah berkata Hisyam bin ‘Ammar : Telah menceritakan kepada
kami Shadaqah bin Khalid : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman
bin Yazid bin Jaabir : Telah menceritakan kepada kami ‘Athiyyah bin Qais
Al-Kilaaby : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahman bin Ghunm Al-Asy’ary
ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Abu ‘Amir atau Abu Malik Al-Asy’ary –
demi Allah dia tidak mendustaiku, bahwa ia telah mendengar Nabi SAW bersabda : “Akan
ada di kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr, alat
musik (al-ma’aazif). Dan sungguh beberapa kaum akan mendatangi tempat
yang terletak di dekat gunung tinggi lalu mereka didatangi orang yang berjalan
kaki untuk suatu keperluan. Lantas mereka yang didatangi
berkata : “Kembalilah besok”. Pada malam harinya, Allah menimpakan gunung
tersebut kepada mereka dan sebagian yang lain dikutuk menjadi monyet dan babi
hingga hari kiamat” )HR. Al-Bukhari no. 5268.
Diriwayatkan juga oleh Ibnu Hibban no. 6754; Ath-Thabrani dalam Al-Kabir
no. 3417 dan dalam Musnad Syamiyyin no. 588; Al-Baihaqi 3/272, 10/221;
Al-Hafidh Ibnu Hajar dalam Taghliqut-Ta’liq 5/18,19(.
3.2
Struktur Sanad Hadits
Agar lebih jelas, sanad hadits ini diuraikan sebagai berikut
:
1. Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim
) Al
Bukhari )
2. Hisyam
bin ‘Ammar
3. Shadaqah
bin Khalid
4. ‘Abdurrahman
bin Yazid bin Jabir
5. ‘Athiyyah
bin Qais Al-Kilaby
6. ‘Abdurrahman
bin Ghunm Al-Asy’ary
7.
Abu ‘Aamir atau Abu Malik Al-Asy’ary
8. Nabi
shallallaahu ‘alaihi wasallam
Bagan sanadnya dapat disusun
sebagai berikut :
3.3
Biografi Perowi Hadits
1.
Nama : Muhammad bin Isma’il bin
Ibrahim (Al Bukhari)
Lahir : Jum’at, 13 Syawal 194 H.
Al Bukhari benar-benar murid dari Hisyam bin ‘Ammar.
2.
Nama : Hisyam bin ‘Amar bin Namir bin
Maysaroh bin Aban
Tempat dan tahun wafat :
Dajil, 245 H
Tempat lahir : Syam
Kriteria : Shoduuq kabir
Hisyam bin ‘Amar bin Namir bin Maysaroh bin Aban benar-benar guru dari al Bukhari dan murid dari Shodaqoh bin Kholid.
3.
Nama : Shodaqoh bin Kholid
Tahun wafat : 180 H
Tempat lahir : Syam
Kriteria : Tsiqoh
Shodaqoh bin Kholid
benar-benar guru dari Hisyam bin ‘Amar bin Namir bin Maysaroh bin
Aban, dan murid dari Abdurrahman
bin Yazid bin Jabir.
4.
Nama :
‘Abdurrahman bin Yazid bin Jabir
Tahun wafat : 154 H
Tempat lahir : Syam
Kriteria : Tsiqoh
‘Abdurrahman bin Yazid bin Jabir benar-benar guru dari Shodaqoh
bin Kholid dan murid dari ‘Athiyyah bin Qais Al-Kilaby.
5.
Nama :
‘Athiyyah bin Qais Al-Kilaby
Tahun wafat : 121 H
Tempat lahir : Syam
Kriteria : Tsiqoh
‘Athiyyah bin Qais Al-Kilaby benar-benar guru dari Abdurrahman
bin Yazid bin Jabir, dan murid dari ‘Abdurrahman bin Ghunm Al-
Asy’ary.
6.
Nama :
‘Abdurrahman bin Ghunm Al- Asy’ary
Tahun wafat : 78 H
Tempat lahir : Syam
Kriteria : Tsiqoh
‘Abdurrahman bin Ghunm Al- Asy’ary
benar-benar guru dari ‘Athiyyah
bin Qais Al-Kilaby, dan murid dari ‘Abu ‘Aamir atau Abu Malik Al- Asy’ary.
7.
Nama :
‘Abu ‘Aamir atau Abu Malik Al-
Asy’ary
Tempat dan Tahun wafat : Syam, 18 H
Tempat lahir : Syam
Kriteria : Al-‘Adalah
wa Tautsiq
‘Abu ‘Aamir atau Abu Malik Al-Asy’ary benar-benar
guru dari Abdurrahman
bin Ghunm.
Hadits ini didha’ifkan
sebagian ulama, mereka berpendapat bahwa hadits ini termasuk dalam hadits mu’allaq
karena ada keterputusan sanad antara Imam Al Bukhari dan Hisyam bin ‘Ammar.[28]
Pengertian mu’allaq menurut bahasa adalah menggantung. Secara istilah
adalah dibuang dari awal sanad satu Perowi atau lebih secara berturut-turut.[29]
Maksud dikatakan mu’allaq dalam hadits ini yakni terdapat Perowi yang dibuang
atau hilang setelah Hisyam. Namun
setelah Penulis teliti dengan menggunakan CD ROM Al Mausu’ah kutubu tis’ah,
hadits ini shahih memiliki sanad yang muttashil. Tidak ada Perowi yang
dibuang pada awal sanad. Terbukti
dalam catatan nama murid-murid Hisyam tertulis nama Muhammad bin Isma’il bin Ibrahim (Al Bukhari). Bukhari juga lahir jauh sebelum Hisyam wafat, memungkinkan kalau
Hisyam dan Bukhari dapat bertemu.
Jikapun Imam Al-Bukhari tidak mendengar dari Hisyam bin
‘Ammar (mu’allaq), maka ia tentu tidak menggunakan shighah jazm
(tegas) untuk Hisyam kecuali beliau yakin bahwa benar Hisyam menyampaikan hadits
tersebut. Bukhari
menggunakan shighah jazm (tegas) menggunakan
lafadz “قال” artinya “telah berkata” atau “telah
mengatakan” kalimat tersebut merupakan kalimat langsung yang menegaskan bahwa
Bukhari mendengar langsung atau bertemu langsung dengan Hisyam, Bukhari tidak
menggunakan shighah tamridl (tidak langsung) seperti "قِيْلَ" (telah dikatakan) atau "حُكِىَ" (telah
diceritakan) kalimat tersebut merupakan
kalimat tidak langsung artinya Bukhari mendengar dari orang lain bukan
mendengar langsung dari Hisyam jika demikian sanadnya tidak bersambung.
Hukum
hadits mu’allaq adalah ditolak, terkecuali ditemukan dalam shohihayni
(Bukhari dan Muslim) maka terdapat hukum khusus (tidak dapat dikatakan mu’allaq).[30]
Maka
hadits ini shahih karena berasal dari
periwayatan Bukhari dan Bukhari sendiri memasukkan ke dalam
kitab “ash Shahih”. Adapun dilihat dari biografi para Perowi pun hadits
ini memang muttashil.
Selanjutnya
dilakukan takhrij dan atrof untuk mengetahui hadits yang semakna
atau matan yang sama dari mukharij yang berbeda, dan ditemukan hadits
yang semakna, antara lain :
1. Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi
no. 2136
حَدَّثَنَا
صَالِحُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ التِّرْمِذِيُّ حَدَّثَنَا الْفَرَجُ بْنُ فَضَالَةَ
أَبُو فَضَالَةَ الشَّامِيُّ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ
عَمْرِو بْنِ عَلِيٍّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا فَعَلَتْ أُمَّتِي خَمْسَ
عَشْرَةَ خَصْلَةً حَلَّ بِهَا الْبَلَاءُ فَقِيلَ وَمَا هُنَّ يَا رَسُولَ
اللَّهِ قَالَ إِذَا كَانَ الْمَغْنَمُ دُوَلًا وَالْأَمَانَةُ مَغْنَمًا
وَالزَّكَاةُ مَغْرَمًا وَأَطَاعَ الرَّجُلُ زَوْجَتَهُ وَعَقَّ أُمَّهُ وَبَرَّ
صَدِيقَهُ وَجَفَا أَبَاهُ وَارْتَفَعَتْ الْأَصْوَاتُ فِي الْمَسَاجِدِ وَكَانَ
زَعِيمُ الْقَوْمِ أَرْذَلَهُمْ وَأُكْرِمَ الرَّجُلُ مَخَافَةَ شَرِّهِ
وَشُرِبَتْ الْخُمُورُ وَلُبِسَ الْحَرِيرُ وَاتُّخِذَتْ الْقَيْنَاتُ
وَالْمَعَازِفُ وَلَعَنَ آخِرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَوَّلَهَا فَلْيَرْتَقِبُوا
عِنْدَ ذَلِكَ رِيحًا حَمْرَاءَ أَوْ خَسْفًا وَمَسْخًا قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا
حَدِيثٌ غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ مِنْ حَدِيثِ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ إِلَّا
مِنْ هَذَا الْوَجْهِ وَلَا نَعْلَمُ أَحَدًا رَوَاهُ عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ
الْأَنْصَارِيِّ غَيْرَ الْفَرَجِ بْنِ فَضَالَةَ وَالْفَرَجُ بْنُ فَضَالَةَ قَدْ
تَكَلَّمَ فِيهِ بَعْضُ أَهْلِ الْحَدِيثِ وَضَعَّفَهُ مِنْ قِبَلِ حِفْظِهِ
وَقَدْ رَوَاهُ عَنْهُ وَكِيعٌ وَغَيْرُ وَاحِدٍ مِنْ الْأَئِمَّةِ.
2.
Hadits yang diriwayatkan oleh Tirmidzi no. 2137
حَدَّثَنَا
عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَزِيدَ الْوَاسِطِيُّ عَنْ
الْمُسْتَلِمِ بْنِ سَعِيدٍ عَنْ رُمَيْحٍ الْجُذَامِيِّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اتُّخِذَ
الْفَيْءُ دُوَلًا وَالْأَمَانَةُ مَغْنَمًا وَالزَّكَاةُ مَغْرَمًا وَتُعُلِّمَ
لِغَيْرِ الدِّينِ وَأَطَاعَ الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ وَعَقَّ أُمَّهُ وَأَدْنَى
صَدِيقَهُ وَأَقْصَى أَبَاهُ وَظَهَرَتْ الْأَصْوَاتُ فِي الْمَسَاجِدِ وَسَادَ
الْقَبِيلَةَ فَاسِقُهُمْ وَكَانَ زَعِيمُ الْقَوْمِ أَرْذَلَهُمْ وَأُكْرِمَ
الرَّجُلُ مَخَافَةَ شَرِّهِ وَظَهَرَتْ الْقَيْنَاتُ وَالْمَعَازِفُ
وَشُرِبَتْ الْخُمُورُ وَلَعَنَ آخِرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ أَوَّلَهَا
فَلْيَرْتَقِبُوا عِنْدَ ذَلِكَ رِيحًا حَمْرَاءَ وَزَلْزَلَةً وَخَسْفًا
وَمَسْخًا وَقَذْفًا وَآيَاتٍ تَتَابَعُ كَنِظَامٍ بَالٍ قُطِعَ سِلْكُهُ
فَتَتَابَعَ قَالَ أَبُو عِيسَى وَفِي الْبَاب عَنْ عَلِيٍّ وَهَذَا حَدِيثٌ
غَرِيبٌ لَا نَعْرِفُهُ إِلَّا مِنْ هَذَا الْوَجْهِ.
3. Hadits
yang diriwayatkan oleh Tirmidzi no. 2138
حَدَّثَنَا
عَبَّادُ بْنُ يَعْقُوبَ الْكُوفِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ عَبْدِ
الْقُدُّوسِ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ هِلَالِ بْنِ يَسَافٍ عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللَهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي هَذِهِ
الْأُمَّةِ خَسْفٌ وَمَسْخٌ وَقَذْفٌ فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ يَا
رَسُولَ اللَّهِ وَمَتَى ذَاكَ قَالَ إِذَا ظَهَرَتْ الْقَيْنَاتُ وَالْمَعَازِفُ
وَشُرِبَتْ الْخُمُورُ قَالَ أَبُو عِيسَى وَقَدْ رُوِيَ هَذَا الْحَدِيثُ عَنْ
الْأَعْمَشِ عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ سَابِطٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرْسَلٌ وَهَذَا حَدِيثٌ غَرِيبٌ.
4. Hadits yang diriwayat oleh an-Nasa’i
no.4066
أَخْبَرَنَا
عَمْرُو بْنُ يَحْيَى قَالَ حَدَّثَنَا مَحْبُوبٌ يَعْنِي ابْنَ مُوسَى قَالَ
أَنْبَأَنَا أَبُو إِسْحَقَ وَهُوَ الْفَزَارِيُّ عَنْ الْأَوْزَاعِيِّ قَالَ
كَتَبَ عُمَرُ بْنُ عَبْدِ الْعَزِيزِ إِلَى عُمَرَ بْنِ الْوَلِيدِ كِتَابًا
فِيهِ وَقَسْمُ أَبِيكَ لَكَ الْخُمُسُ كُلُّهُ وَإِنَّمَا سَهْمُ أَبِيكَ
كَسَهْمِ رَجُلٍ مِنْ الْمُسْلِمِينَ وَفِيهِ حَقُّ اللَهِ وَحَقُّ الرَّسُولِ
وَذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَمَا
أَكْثَرَ خُصَمَاءَ أَبِيكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَكَيْفَ يَنْجُو مَنْ كَثُرَتْ
خُصَمَاؤُهُ وَإِظْهَارُكَ الْمَعَازِفَ وَالْمِزْمَارَ بِدْعَةٌ فِي
الْإِسْلَامِ وَلَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَبْعَثَ إِلَيْكَ مَنْ يَجُزُّ جُمَّتَكَ
جُمَّةَ السُّوءِ.
5. Hadits
yang diriwayatkan oleh Ahmad no. 21190
حَدَّثَنَا
يَزِيدُ أَنْبَأَنَا فَرَجُ بْنُ فَضَالَةَ الْحِمْصِيُّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ
يَزِيدَ عَنِ الْقَاسِمِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ بَعَثَنِي رَحْمَةً وَهُدًى
لِلْعَالَمِينَ وَأَمَرَنِي أَنْ أَمْحَقَ الْمَزَامِيرَ وَالْكَبَارَاتِ يَعْنِي
الْبَرَابِطَ وَالْمَعَازِفَ وَالْأَوْثَانَ الَّتِي كَانَتْ تُعْبَدُ فِي
الْجَاهِلِيَّةِ وَأَقْسَمَ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ بِعِزَّتِهِ لَا يَشْرَبُ عَبْدٌ
مِنْ عَبِيدِي جَرْعَةً مِنْ خَمْرٍ إِلَّا سَقَيْتُهُ مَكَانَهَا مِنْ حَمِيمِ
جَهَنَّمَ مُعَذَّبًا أَوْ مَغْفُورًا لَهُ وَلَا يَسْقِيهَا صَبِيًّا صَغِيرًا
إِلَّا سَقَيْتُهُ مَكَانَهَا مِنْ حَمِيمِ جَهَنَّمَ مُعَذَّبًا أَوْ مَغْفُورًا
لَهُ وَلَا يَدَعُهَا عَبْدٌ مِنْ عَبِيدِي مِنْ مَخَافَتِي إِلَّا سَقَيْتُهَا
إِيَّاهُ مِنْ حَظِيرَةِ الْقُدُسِ وَلَا يَحِلُّ بَيْعُهُنَّ وَلَا شِرَاؤُهُنَّ
وَلَا تَعْلِيمُهُنَّ وَلَا تِجَارَةٌ فِيهِنَّ وَأَثْمَانُهُنَّ حَرَامٌ
لِلْمُغَنِّيَاتِ قَالَ يَزِيدُ الْكَبَارَاتِ الْبَرَابِطُ.
6. Hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad no.
21275
حَدَّثَنَا الْهَاشِمُ بْنُ الْقَاسِمِ حَدَّثَنَا
الْفَرَجُ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ يَزِيدَ عَنْ الْقَاسِمِ أَبِي عَبْدِ
الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي أُمَامَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَهِ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ بَعَثَنِي رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ
وَأَمَرَنِي رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ بِمَحْقِ الْمَعَازِفِ وَالْمَزَامِيرِ
وَالْأَوْثَانِ وَالصُّلُبِ وَأَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ وَحَلَفَ رَبِّي عَزَّ
وَجَلَّ بِعِزَّتِهِ لَا يَشْرَبُ عَبْدٌ مِنْ عَبِيدِي جَرْعَةً مِنْ خَمْرٍ
إِلَّا سَقَيْتُهُ مِنْ الصَّدِيدِ مِثْلَهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَغْفُورًا لَهُ
أَوْ مُعَذَّبًا وَلَا يَسْقِيهَا صَبِيًّا صَغِيرًا ضَعِيفًا مُسْلِمًا إِلَّا
سَقَيْتُهُ مِنْ الصَّدِيدِ مِثْلَهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَغْفُورًا لَهُ أَوْ
مُعَذَّبًا وَلَا يَتْرُكُهَا مِنْ مَخَافَتِي إِلَّا سَقَيْتُهُ مِنْ حِيَاضِ
الْقُدُسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلَا يَحِلُّ بَيْعُهُنَّ وَلَا شِرَاؤُهُنَّ
وَلَا تَعْلِيمُهُنَّ وَلَا تِجَارَةٌ فِيهِنَّ وَثَمَنُهُنَّ حَرَامٌ يَعْنِي
الضَّارِبَاتِ.
7.
Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah no. 4010
حَدَّثَنَا عَبْدُ
اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا مَعْنُ بْنُ عِيسَى عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ
صَالِحٍ عَنْ حَاتِمِ بْنِ حُرَيْثٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ غَنْمٍ الْأَشْعَرِيِّ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ
مِنْ أُمَّتِي الْخَمْرَ يُسَمُّونَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا يُعْزَفُ عَلَى
رُءُوسِهِمْ بِالْمَعَازِفِ وَالْمُغَنِّيَاتِ يَخْسِفُ اللَّهُ بِهِمْ
الْأَرْضَ وَيَجْعَلُ مِنْهُمْ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِير.
3.4
Kajian Linguistik
Dalam Qomus Munjid juga diartikan sebagai "صَوَّتَ"
artinya
bersuara sedangkan al Ma’azif “
" هي آلات الطرب كاالطنبور والعود
والقيشارة.[32]
Al-Ma’azif [اْلمَعَازِف] merupakan jamak dari Al-Mi’zaf [اْلمِعْزَف], biasanya diartikan sebagai alat musik yang
ditabuh, termasuk di dalamnya rebab atau tanbur bahkan duff
(rebana).[33] Dalam Qamus Al-Muhith
halaman 753 dinyatakan : [هي الملاهي ، كالعود والطنبور] = Ia adalah al-malahi (alat-alat
musik dan permainan-permainan), seperti al-‘ud
dan ath-thanbur (gitar atau rebab).[34]
Dalam An-Nihayah, al-ma’azif diartikan sebagai : [هي الدفوف وغيرها مما يضرب [ به] = Ia adalah seperti duff-duff
atau selainnya yang biasa dipukul. Adz-Dzahabi dalam Siyaru
A’laamin-Nubalaa’ mengatakan : [اسم لكلِّ آلات الملاهي التي يعزَف بها ، كالمزمار ، والطنبور
، والشبابة ، والصنوج] = Al-Ma’azif adalah setiap
nama dari alat musik atau permainan (al-malahi) yang digunakan untuk
mengiringi sebuah lagu atau sya’ir.
Sedangkan Ibnul-Qayyim dalam Ighatsatul-Lahfan
memberikan kata-kata pamungkas untuk definisi Al-Ma’azif : [وهي آلات اللهو كلها ، لا خلاف بين
أهل اللغة في ذلك] = Ia adalah seluruh alat permainan
tidak ada perselisihan ahli bahasa untuk itu. Namun makna alat musik dalam hadits ini masih bersifat umum, tidak menunjuk alat-alat tertentu dengan
namanya.
Menurut Imam Ahmad Al Qurthubi
menyatakan dalam Kasyful Qina’ halaman 47 : al ghina
(nyanyian) secara bahasa adalah meninggikan suara
ketika bersyair atau yang semisal dengannya atau al ghina’ diartikan sebagai suara yang diperindah.
Imam Ahmad Al Qurthubi melanjutkan bahwa sebagian dari
imam-imam kita ada yang menceritakan tentang musik orang Arab berupa suara yg
teratur tinggi rendah atau panjang pendeknya seperti al hida’ yaitu musik
pengiring unta dan dinamakan juga dengan an Nashab [35].
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik adalah
ilmu atau seni menyusun nada atau suara yang diutarakan, dikombinasi dan
hubungan temporal untuk menghasilkan komposisi suara yang mempunyai
keseimbangan dan kesatuan, nada atau suara yang disusun sedemikian rupa
sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi).[36]
Dalam pengertian lain musik diartikan sebagai pengungkapan gagasan melalui
bunyi yang memiliki unsur dasar berupa melodi, irama, dan harmoni.
Untuk memahami tekstual hadits ini, Penulis
bersandar pada pendapat Syaikh Muhammad al-Ghazali dalam kitabnya Studi Kritis
atas Hadits Nabi SAW antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual Bab Perihal
Nyanyian, “Mungkin yang dimaksud Bukhari adalah gambaran yang menyeluruh dari
sebuah pesta yang diisi dengan acara-acara minuman khamr serta
nyanyian-nyanyian yang diiringi dengan perbuatan kefasikan. Pesta seperti ini
jelas haram sesuai ijma’ kaum muslimin”.[37]
Pendapat ini dapat diterima dan cukup menjelaskan kenapa Bukhari sendiri
memasukkan haditsnya dalam Bab “Akan Datang Orang Yang Menghalalkan Khamr dan
Menamakan Dengan Bukan Namanya” dan beliau tidak sedikitpun menyebutkan tentang
pengharaman musik dan lagu. Oleh karena itu yang lebih tepat dalam masalah ini
adalah musik dan lagu itu haram jika diiringi dengan perbuatan maksiat apalagi disertai dengan minuman khamr.
3.5
Kajian Tematis Komprehensif
3.5.1
Hadits tentang larangan musik
Setelah dilakukan kajian
linguistik selanjutnya perlu dilakukan
kajian tematis
komprehensif dimaksudkan untuk mempertimbangkan teks hadits lain yang memiliki
tema hadits yang bersangkutan dalam rangka mendapatkan pemahaman yang lebih
komprehensif dan tidak dipertentangkan antara hadits yang satu dengan yang
lain.
Adapun
hadits-hadits yang menyatakan
keharaman bermusik, semuanya dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu:
a. Hadits yang matannya jelas
menyatakan keharaman, tapi sanadnya dha’if.
b. Hadits yang sanadnya shahih
tapi matannya tidak jelas mengharamkan musik.
HR.Tirmidzi
إذا
فَعلتْ أُمّتي خَمْسَ عَشْرةَ خَصْلَةً حَلَّ بِهَا الْبَلاَءُ وَعَدَّ مِنْها
واتّخَذتِ القَيْنا والمَعازِفَ
Diriwayatkan
dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila umatku telah mengerjakan lima belas
perkara, maka telah halal bagi mereka bala’. Dan beliau SAW menghitung salah satu diantaranya adalah budak wanita
Penyanyi dan alat-alat musik”.
(hadits ini matannya jelas
mengharamkan musik, namun hadits ini dha’if (lemah). Bahkan Perowinya
sendiri yaitu Al-Imam At-Tirmizy, jelas-jelas menyebutkan dalam Sunan At-Tirmizy,
bahwa hadits tersebut tidak shahih.)
HR.Ahmad
إِنَّ
اللهَ بَعَثَنِي رَحْمَةً وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ وَأَمَرَنِي أَنْ أَمْحَقَ
الْمَزَامِيرَ وَالْكِنَّارَاتِ
Diriwayatkan dari Abi Umamah radhiyallahuanhu
bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya
Allah SWT telah mengutusku menjadi rahmat dan petunjuk bagi alam semesta. Allah
SWT telah memerintahkan aku untuk menghancurkan seruling dan alat-alat musik”.
(Hadits
ini juga didha’ifkan oleh banyak ulama, di antaranya Al-Haitsami
menyebutkan bahwa dalam rangkaian para Perowinya
ada seorang Perowi
yang dha’if bernama Ali bin Yazid.)
HR. Ahmad :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
أَنَّ النَّبِيَّ قَالَ إنَّ اللَّهَ حَرَّمَ الْخَمْرَ وَالْمَيْسِرَ
وَالْكُوبَةَ وَالْغُبَيْرَاءَ
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahuanhu bahwa Nabi SAW
bersabda, "Sesungguhnya
Allah SWT telah mengharamkan khamr, judi, kubah dan ghubaira (sejenis alat musik) ”.
HR. Abu Dawud no. 3696
Dari Abdullah bin ‘Abbas ia
berkata, telah bersabda Rasulullah SAW:
إنّ
الله حَرّمَ علَيّ أو حرّم الخمر والميسر والكوبه وكل مسكر حرام.
“ Sesungguhnya Allah telah mengharamkan
atas diriku, atau telah mengharamkan khamr, judi, al kubah (sejenis alat
musik) dan setiap hal yang memabukkan adalah haram.”
HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah
عَنْ
نَافَعٍ أَنَّ ابْنَ عُمَرَ سَمِعَ صَوْتَ زِمَارَةِ رَاٍع فَوَضَعَ أُصْبُعَيْهِ
فِي أذنيه وعَدَلَ راحِلتَهُ عن الطّرِيْقِ وَهو يقول رأيتُ رسول الله سَمِعَ
زِمَارةَ :
يَا نَافِع أَتَسْمَعُ ؟ فأقول : نَعَمْ فَيَمْضِي
حَتىَّ قُلْتُ : لاَ
فَرَفَعَ يَدَهُ وَعَدَلَ رَاحِلَتَهُ الى الطّريقِ وقال : راعٍ فَصَنَعَ مثْلَ
هَذَاَ.
Dari Nafi bahwa Ibnu Umar mendengar
suara seruling gembala, maka ia menutupi telingannya dengan dua jarinya dan
mengalihkan kendaraannya dari jalan tersebut. Ia berkata: “Wahai Nafi’ apakah
dengar?”. Saya menjawab: “Ya”. Kemudian melanjutkan perjalanannya
sampai saya berkata: “Tidak”. Kemudian Ibnu Umar mengangkat tangannya, dan
mengalihkan kendaraannya ke jalan lain dan berkata: Saya melihat Rasulullah SAW
mendengar seruling gembala kemudian melakukan seperti ini”.
(Hadits ini termasuk dalam hadits yang
tidak shahih dan tidak sharih.)
Menutup telinga bukan berarti mengharamkan.
Hadits
ini sama sekali tidak menyebutkan halal atau haramnya mendengar suara musik
secara eksplisit. seandainya
meniup seruling itu haram, seharusnya Rasulullah SAW bukan menutup telinga,
tetapi beliau menegur penggembala itu secara langsung. Mustahil buat seorang
Nabi mendiamkan kemungkaran di depan mata. Karena hal itu berarti tidak amanah
dalam menjalankan tugas-tugas kenabian.
HR. Abu Dawud no. 4279
حَدَّثَنَا
مُسْلِمُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ قَالَ حَدَّثَنَا سَلَّامُ بْنُ مِسْكِينٍ عَنْ شَيْخٍ
شَهِدَ أَبَا وَائِلٍ فِي وَلِيمَةٍ فَجَعَلُوا يَلْعَبُونَ يَتَلَعَّبُونَ
يُغَنُّونَ فَحَلَّ أَبُو وَائِلٍ حَبْوَتَهُ وَقَالَ سَمِعْتْ عَبْدَ اللَّهِ
يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
الْغِنَاءُ يُنْبِتُ النِّفَاقَ فِي الْقَلْبِ.
Dari Abdullah
ibn Mas’ud berkata, Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya lagu bisa menumbuhkan
kemunafikan dalam hati” (Hadits ini hanya diriwayatkan oleh Abu Daud sendiri).
Kualitas hadits ini dha’if karena sanadnya terputus.
HR. Ibn Majah Kitab al-Fitan Bab al-‘Uqubat No. 4010
حَدَّثَنَا
عَبْدُ اللَّهِ بْنُ سَعِيدٍ حَدَّثَنَا مَعْنُ بْنُ عِيسَى عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ
صَالِحٍ عَنْ حَاتِمِ بْنِ حُرَيْثٍ عَنْ مَالِكِ بْنِ أَبِي مَرْيَمَ عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ غَنْمٍ الْأَشْعَرِيِّ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْعَرِيِّ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيَشْرَبَنَّ نَاسٌ مِنْ
أُمَّتِي الْخَمْرَ يُسَمُّونَهَا بِغَيْرِ اسْمِهَا يُعْزَفُ عَلَى رُءُوسِهِمْ
بِالْمَعَازِفِ وَالْمُغَنِّيَاتِ يَخْسِفُ اللهُ بِهِمْ الْأَرْضَ وَيَجْعَلُ
مِنْهُمْ الْقِرَدَةَ وَالْخَنَازِيرَ.
“Akan ada sekelompok orang dari umatku yang meminum khamr sedangkan mereka
menamakannya dengan nama lain. Mereka melakukannya sambil mendengarkan suara
musik yang dimainkan dihadapan mereka serta nyanyian yang dinyanyikan oleh para
biduanita. Sebagai akibatnya, bumi akan dimusnahkan oleh Allah.”
HR. Ahmad sendirian dalam Musnad Ahmad Kitab Baqi’
Musnad al-Muktsirin Bab “Hadits Abu Umamah al-Bahili” No. 21275
حدثَنَا يَزِيدُ أَنْبَأَنَا فَرَجُ
بْنُ فَضَالَةَ الْحِمْصِيُّ عَنْ عَلِيِّ بْنِ يَزِيدَ عَنِ الْقَاسِمِ عَنْ
أَبِي أُمَامَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللهَ
عَزَّ وَجَلَّ بَعَثَنِي رَحْمَةً وَهُدًى لِلْعَالَمِينَ وَأَمَرَنِي أَنْ
أَمْحَقَ الْمَزَامِيرَ وَالْكَبَارَاتِ يَعْنِي الْبَرَابِطَ وَالْمَعَازِفَ
وَالْأَوْثَانَ الَّتِي كَانَتْ تُعْبَدُ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَأَقْسَمَ رَبِّي
عَزَّ وَجَلَّ بِعِزَّتِهِ لَا يَشْرَبُ عَبْدٌ مِنْ عَبِيدِي جَرْعَةً مِنْ
خَمْرٍ إِلَّا سَقَيْتُهُ مَكَانَهَا مِنْ حَمِيمِ جَهَنَّمَ مُعَذَّبًا أَوْ
مَغْفُورًا لَهُ وَلَا يَسْقِيهَا صَبِيًّا صَغِيرًا إِلَّا سَقَيْتُهُ مَكَانَهَا
مِنْ حَمِيمِ جَهَنَّمَ مُعَذَّبًا أَوْ مَغْفُورًا لَهُ وَلَا يَدَعُهَا عَبْدٌ
مِنْ عَبِيدِي مِنْ مَخَافَتِي إِلَّا سَقَيْتُهَا إِيَّاهُ مِنْ حَظِيرَةِ
الْقُدُسِ وَلَا يَحِلُّ بَيْعُهُنَّ وَلَا شِرَاؤُهُنَّ وَلَا تَعْلِيمُهُنَّ
وَلَا تِجَارَةٌ فِيهِنَّ وَأَثْمَانُهُنَّ حَرَامٌ لِلْمُغَنِّيَاتِ قَالَ
يَزِيدُ الْكَبَارَاتِ الْبَرَابِطُ.
Diriwayatkan dari Abu Umamah, dari Rasulullah
bahwa beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah mengutusku sebagai rahmat dan
petunjuk bagi seluruh alam, dan memerintahku untuk membinasakan seruling,
genderang, alat-alat musik petik dan patung-patung (berhala) yang disembah di
masa jahiliyah.”
3.5.2 Hadits yang
membolehkan musik
HR. Muslim no.1482
حدّثنِيْ هَارونُ بْنِ سَعِيدٍ الاَلِيْ وَ يونسْ بنُ
عَبدٍ الاعلى واللَفْظ لهارُوْنَ قَالَ حدّثنَا بن وهبٍ اَخْبَرَنا عَمرُوْ اَنّ
مُحمّدَ بن عَبْدٍ الرّحمن حدّثه عنْ عُرْوَة عن عائشة قالتْ دَخَلَ رسول الله صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ عِندي جاريَتان تُغنيَانِ بغنَاء بُعاثٍ فاضْطَجَعَ
على الفراش و حَوّلَ وجههُ فدخَلَ ابو بكرٍ
فا نتَهرَني و قال مِزمار الشيطان عبد رسول صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
فاَقبل عليهِ رسول الله صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فقال دَعْهما فلمّاغَفل غمزتُهُما فخَرجتا وكان يومَ
عيد يَلْعَب السودانُ بالدَرقِ والحِرَابِ فأمّا سألتُ رسول الله صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ واِمّا قال تشتَهيِنَ تنظُريْنَ فقُلْتُ نَعَمْ فأقا منِي وراءه خدّي على خدِّه وهو
يقول دونَكُم يا بَنِي أَرْفِدَة حتى اِذا مَلِلْتُ قال حَسبُكِ قُلْتُ نعَم
قال فادْهبِي.
Aisyah RA berkata
: “bahwa Rasulullah SAW masuk ke rumahku ketika itu ada dua budakku lagi
menyanyikan sebuah lagu, Rasulullah berbaring di kasur sambil memalingkan wajah
beliau, maka Sayyidina Abu Bakar ra masuk ke dalam rumah lalu membentak Aisyah,
beliau berkata bahwa telah didendangkan lantunan musik Syaithan di samping
Rasulullah, lalu Rasulullah menemui Abu bakar lalu beliau bersabda : “biarkanlah
dengan apa yang telah dilakukan oleh kedua budak tersebut...”
HR.Bukhari no. 2691 :
حدّثنا إسماعيل قال حدّثنَي بن وهبٍ قال عَمرُوْ حدثنِي أبو الأسْوَدِ عَنْ عرْوةَ عَنْ عائشة رضي الله عنها دخل عليَّ رسول الله صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وعِنْدِي جَارِيَتان تغنيان بغناء بُعَاثَ فاضطجَعَ على
الفراش وحوّلَ وجهه فدخل أبو بكرٍ فانتهرني وقال مِزْمارة الشَيْطان عند رسول الله
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فأقبل عَليْه رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فقال دَعْهما فلمّاغَفل غمزتُهُما فخَرجتا وكان يومَ عيد يَلْعَب
السودانُ بالدَرقِ والحِرَابِ فأمّا سألتُ رسول الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ واِمّا قال تشتَهيِنَ تنظُريْنَ فقُلْتُ نَعَمْ فأقا منِي وراءه خدّي على خدِّه وهو
يقول دونَكُم يا بَنِي أَرْفِدَة حتى إذا مَلِلْتُ قال حَسبُكِ قُلْتُ نعَم قال
فادْهبِي أبو عبد الله قال أحمد عن ابن وَهبٍ فلمّا غفَلَ.
Dari Aisyah RA berkata : telah masuk Rasulullah SAW ke rumahku
ketika itu ada dua budak yang sedang bernyanyi, maka Rasulullah berbaring di
kasur, dan memalingkan wajahnya, Abu Bakar ra masuk dan memarahi Aisyah ra, maka
Abu bakar berkata : bahwa telah didengarkan di sisi Rasulullah lantunan musik
dari Syaithan, maka Rasul
menemui Abu bakar lalu bersabda biarkanlah dengan keduanya...”
HR. Ibn Majah
Kitab al-Nikah no. 1885
حَدَّثَنَا
أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ أَخْبَرَنَا عِيسَى بْنُ
مَيْمُونٍ الْأَنْصَارِيُّ عَنْ الْقَاسِمِ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ
قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلِنُوا هَذَا النِّكَاحَ
وَاجْعَلُوهُ فِي الْمَسَاجِدِ وَاضْرِبُوا عَلَيْهِ بِالدُّفُوفِ
Dari Aisyah, Nabi SAW bersabda
“Umumkanlah pernikahan dan tabuhkanlah untuknya rebana.”
HR. Muslim Kitab Shalat
al-Musafirin wa Qashriha No. 1321 dan 1322, dan al-Tirmidzi Kitab al-Manaqib No. 3790.
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ أَبُو بَكْرٍ حَدَّثَنَا أَبُو يَحْيَى الْحِمَّانِيُّ
حَدَّثَنَا بُرَيْدُ بْنُ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِي بُرْدَةَ عَنْ جَدِّهِ أَبِي
بُرْدَةَ عَنْ أَبِي مُوسَى رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَهُ يَا أَبَا مُوسَى لَقَدْ أُوتِيتَ مِزْمَارًا مِنْ
مَزَامِيرِ آلِ دَاوُدَ.
Diriwayatkan dari Abu Musa
al-Asy’ari, Nabi SAW berkata padanya: “ Telah dikaruniakan padamu suara
seruling seperti seruling keluarga Daud” Kualitas hadits ini shahih.
HR. Ibnu Majah no.1889
حدّثنا هشامُ بن عمّارٍ حدّثنا
عيسَى بن يونسَ عوفٌ عن تمامة بن عبد اللهِ عن أنسٍ بْن مالكٍ أنّ النّبيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مرَّ ببعضِ المدينةِ
فإذا هو يجوارٍ يضْربْنَ يدفهنّ ويتغنّينَ ويقُلْنَ نَحْنُ جوارٍ مِنْ بَنِيْ
النّجّارِ يا حبّدا محمّدٌ من جارٍ فقال النّبيُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يعلمُ الله إنّيْ الأحِبُكنّ.
“Bahwa Nabi SAW pernah
melintasi sebahagian kota “Madinah” kemudian beliau bertemu dengan kaum "Jawwar" mereka
sedang memukul gendang sambil bersenandung, mereka mengatakan kepada Nabi bahwa
kami adalah “Jawwar” dari Bani Nazar. Maka Nabi bersabda : Allah maha
mengetahui sungguh aku mencintai kalian.”
HR. Ad Darimi no.
3359
أخْبَرَنا سليمانُ بنُ حرْبٍ
حدّثَنا حمّادُ بْن زَيْدٍ عن أيوبَ قال قدمَ سَلْمَةٌ البيْدقُ المَدِينة فقامَ
يصلّي بهم فقيل لسالمٍ لوْ حيْتَ فسَمِعْتَ قرَاءَته رَجَع فقال غِناءٌ غِناءٌ.
“Salamah al Baidzaq datang dari Madinah maka
berdiri dan sholat bersama mereka, maka dikatakan kepada Salim bin Abdullah
jika engkau datang maka engkau akan mendengar bacaannya, maka ketika berada di
pintu Masjid, mendengar bacaannya dia kembali dan berkata : ada nyanyian.. nyanyian..”
Muslim Kitab Shalat al-‘Ida’ain No.
1479-1484
حَدَّثَنَا
عُبَيْدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ عَنْ هِشَامٍ عَنْ
أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ
وَعِنْدِي جَارِيَتَانِ مِنْ جَوَارِي الْأَنْصَارِ تُغَنِّيَانِ بِمَا
تَقَاوَلَتْ الْأَنْصَارُ يَوْمَ بُعَاثَ قَالَتْ وَلَيْسَتَا بِمُغَنِّيَتَيْنِ
فَقَالَ أَبُو بَكْرٍ أَمَزَامِيرُ الشَّيْطَانِ فِي بَيْتِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَلِكَ فِي يَوْمِ عِيدٍ فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا أَبَا بَكْرٍ إِنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وَهَذَا
عِيدُنَ.
Dari Aisyah ra suatu hari Abu Bakar
ra. masuk ke rumah Rasul SAW di sana ada dua Jariyah yang sedang bernyanyi
dengan memainkan rebana, mereka sudah biasa bernyanyi, sedangkan Rasulullah SAW
terhalang dengan tirainya. Abu Bakar melarang keduanya sehingga Rasulullah SAW
membuka tirai sambil bersabda, “Wahai Abu Bakar biarkanlah (mereka
bernyanyi) karena hari ini adalah hari Id (hari raya)”. (Hadits ini ditakhrij
juga oleh al-Nasa’I Kitab Shalat al-‘Id’ain No. 1575-1577 dan1579, Ibn Majah
Kitab al-Nikah No. 1888, Ahmad Kitab Baqi’ Musnad al-Anshar No. 22920, 23161,
23392, 23400, 23541, 23709, 23804, 23879, 24168, 24358, 24769, 24906, 25123).
Kualitas hadits ini Shahih masyhur.
Hadits ini juga menjadi
dasar bolehnya bernyanyi dan memainkan gendang atau rebana. Hal ini tampak
jelas dari kata-kata Nabi SAW ”Biarkanlah”. Tidak
mungkin Nabi SAW membiarkan yang haram. Dalam hari raya tidak dibolehkan
melakukan sesuatu yang haram. Bagaimana mungkin
sesuatu yang haram menjadi halal karena hari raya.
Dari
‘Aisyah, bahwa beliau menghadiri pernikahan seorang wanita Anshar, maka Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Wahai ‘Aisyah, apakah mereka tidak memainkan ‘lahwun’?
Bukankah
orang Anshar sangat menyukai permainan (al lahwu)?” (HR. Bukhari dan
Ahmad)
Imam Ibnu
Hibban dalam Shahihnya, meriwayatkan dari ‘Aisyah, beliau berkata: “Di kamarku ada Jariyah dari Anshar, kemudian aku
menikahkannya, maka ketika Rasulullah masuk pada hari pernikahannya, ia sama
sekali tidak mendengar nyanyian ataupun lahwun, kemudian dia bersabda:
“Wahai ‘Aisyah, apakah engkau tidak memberikan nyanyian untuknya?” lalu ia
bersabda: “Bukankah ini kampungnya orang Anshar, dan mereka sangat menyukai
nyanyian?”(HR. Ibnu
Hibban, no.5875, rijalnya tsiqat).
Imam Ibnu Majah, meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., dia
berkata: “Aisyah menikahkan kerabat dekatnya, orang Anshar. Kemudian Rasulullah
datang dan bertanya: “Sudahkah engkau memberikan hadiah untuknya?” ‘Aisyah
menjawab: “Ya, sudah.” Rasulullah bertanya lagi, “Sudahkah engkau mengirim
orang untuknya bernyanyi?” ‘Aisyah menjawab : “Belum.” Kemudian
Rasulullah bersabda : “Sesungguhnya kaum Anshar adalah kaum yang suka senda
gurau, alangkah bagusnya engkau kirimkan baginya orang yang menyambut tamu tamu
dengan syair (menyanyikan):
Aku datang kepadamu …. Aku datang kepadamu ….Semoga
Allah mencukupkan kami, dan mencukupkan kamu sekalian” (HR. Ibnu Majah, no.
1900)
Dari Buraidah: “Rasulullah SAW
hendak menuju peperangan, ketika kembali dari peperangan, ada seorang Jariyah
hitam datang kepada Rasulullah, dan berkata: “Wahai Rasulullah, sungguh aku
telah bernadzar, apabila engkau kembali dengan selamat, aku akan menabuh duff
dan bernyanyi di hadapanmu,” Maka Rasulullah Saw bersabda: “Apabila engkau
telah bernadzar, maka tabuhlah sekarang, karena apabila tidak maka engkau telah
melanggar nadzarmu.” Kemudian jariyah tersebut menabuh duff dan
bernyanyi, kemudian ketika Abu Bakar ra. datang, Jariyah itu masih menabuh dan
bernyanyi lalu ketika Ali ra. datang jariyah itu masih menabuh dan bernyanyi,
lalu ketika Utsman ra. datang ia juga masih menabuh dan bernyanyi. Tetapi,
ketika Umar ra. datang, ia (Umar) langsung melemparkan duff itu ke
arahnya, lalu Jariyah itu
duduk. Lalu, Rasulullah Saw bersabda: “Wahai Umar, sungguh setan akan takut
kepadamu, sungguh ketika aku duduk ia menabuh, begitu pula ketika Abu Bakar,
Ali dan ‘Utsman, ia tetap menabuh. Tetapi, ketika engkau masuk wahai Umar,
engkau lemparkan duff itu.” (HR. Ahmad, dan Tirmidzi)
Riwayat ini menunjukkan bahwa
Rasulullah, Abu Bakar, Utsman, dan Ali ikut mendengarkan nyanyian dan tabuhan.
Dan kita juga sama mengetahui bahwa bernadzar tidak boleh dengan perkara maksiat.
Jadi, ketika Rasulullah SAW memerintahkan agar jariyah itu menunaikan nadzarnya
dengan menabuhkan duff, itu menunjukkan bahwa manabuh duff dan
bernyanyi bukan maksiat. Jika itu maksiat, maka mustahil Rasulullah SAW meridhai bahkan memerintahkan untuk
memainkannya.
Iman Al-Ghazali
menyebutkan nash yang jelas dalam kitabnya Ihya Ulumuddin bab As-Sama’min
Rub’il Adat bahwa menyanyi itu tidak haram, nash tersebut menerangkan
bahwa Rasulullah berdiri lama untuk menyaksikan sebuah permainan anggar yang
dilakukan orang-orang Habasyah dan beliau pula mendengarkan musik, hal tersebut
dilakukan untuk mengikuti keinginan Aisyah ra, Rasul bertanya kepada Aisyah
“Apakah kamu ingin menyaksikannya ? “ (HR. Bukhari no. 400), kemudian Aisyah
bersama Rasul menyaksikannya sampai Aisyah merasa jenuh dan bosan. Hadits ini
menunjukan bahwa etika yang baik untuk menyenangkan hati isteri dan
anak-anak dalam menyaksikan hiburan
lebih baik daripada kekasaran zuhud dan sikap berlebihan dalam melarang.
Dari Said bin Yazid, bahwa ada seorang wanita datang
menemui Nabi SAW, kemudian beliau bertanya kepada ‘Aisyah:
“Wahai ‘Aisyah, apakah engkau kenal dia?” ‘Aisyah menjawab: “Tidak, wahai Nabi
Allah.” Lalu Nabi bersabda: “Dia itu Qaynah dari Bani Fulan, apakah kamu mau ia
bernyanyi untukmu?”, maka bernyanyilah qaynah itu untuk ‘Aisyah. (HR. An
Nasa’i).
Dari hadits
di atas, kita melihat kemubahan
nyanyian sangat jelas, sebab tak mungkin Rasulullah SAW memerintah
orang lain bernyanyi untuk ‘Aisyah, jika memang bernyanyi itu haram.
Beberapa
hadits di atas tidak ada perkataan Rasulullah SAW yang secara tegas menyatakan
pelarangan musik kecuali apabila musik atau nyanyian diiringi dengan sesuatu
yang memang diharamkan oleh Islam seperti meminum khamr, berzina dan
ditampilkan oleh biduanita yang menimbulkan syahwat. Dan musik disunatkan dalam situasi gembira untuk
melahirkan perasaan riang dan menghibur hati. Seperti pada hari raya, resepsi
pernikahan dan juga ketika menyambut kedatangan orang yang sudah lama pergi.[38]
Penulis
mengklasifikasi antara hadits yang membolehkan dan menghalalkan musik. Apabila
membandingkan periwayatan antara keduanya maka didapati hadits yang membolehkan
musik lebih shahih dan lebih kuat, bahkan terdapat hadits riwayat Bukhari yang
lebih shahih dengan periwayatan dari ‘Aisyah yang menghalalkan musik.
3.6
Kajian Konfirmatif
3.6.1
Dalil yang mengharamkan
QS. Luqman : 6
وَمِنَ النَّاسِ مَن
يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَن سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ
وَيَتَّخِذَهَا هُزُواً أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُّهِينٌ
“Dan
di antara
manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk
menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan
Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”
Menurut
al Hasan, tafsiran lahwal hadits pada
ayat di atas adalah segala obrolan,
ketawa, nyanyian dan sejenisnya yang dapat memalingkan dari ibadah dan
mengingat Allah SWT.
QS.
Al-Isra’ : 64
وَاسْتَفْزِزْ مَنِ
اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ
“Dan
hasunglah siapa yang kamu sanggupi di antara mereka dengan ajakanmu.”
Yang menjadi titik
perhatian dalam ayat ini adalah kata “Bi Shautika”(بصوتك ) yang dimaknai dengan bi-llahwi wal ghina (باللهو
والغناء). Pemaknaan (بصوتك ) dengan
al ghina karena nyanyian
erat kaitannya dengan suara. Akan tetapi suara dalam firman ini adalah suara
yang membawa kepada kemaksiatan. Maka musik tidak mutlak haram jika tidak ada
unsur kemaksiatan.
QS. Al-Qashash : 55
وَ
إِذَا سَمِعوُاُ اللَغُوَ أَعُرَضواُ عَنُه وَقَالواُ لَنا أَعُمَالنَا وَلَكمُ
أَعُمَالَكمُ سَلَم عَلَيُكمُ لَا نَبُتَغِي الُجَاهِلِيُنَ
“Dan
apabila mereka mendengar perkataan yang tidak bermanfaat, mereka
berpaling daripadanya dan mereka berkata: Bagi
kami amal-amal kami dan
bagimu amal-amalmu,
kesejahteraan atas dirimu, kami tidak ingin
bergaul dengan orang-orang jahil".
QS. Al Jumu’ah : 11.
وإذا رَأَوْ تِجَارَةً أوْ لهْوًا انْفَضّوْا الَيْها
وتَرَكُوْكَ قَائِمًا قلى قلْ ماعند الله خَيْرٌ مِّنَ اللّهوِ ومِنَ
التجارةِ قلى والله خيْرُ الرّازقِيْنَ
“Dan apabila mereka melihat
perniagaan atau permainan (lahwun), mereka bubar untuk menuju kepadanya
dan mereka tinggalkan kamu sedang berdiri (berkhotbah). Katakanlah: “Apa yang
di sisi Allah lebih baik daripada permainan dan perniagaan dan Allah
sebaik-baik pemberi rizki.”
Sebab
turunnya ayat ini bahwa ketika datang kafilah dagang yang telah ditunggu-tunggu
oleh orang-orang Islam (saat itu sedang melaksanakan shalat jum’at), tiba
dengan membawa barang-barang dagangan, maka serta merta mereka menyambutnya
dengan nyanyian dan tabuh-tabuhan, sebagai ungkapan rasa senang atas kedatangan
kafilah tersebut dengan selamat, juga sebagai ungkapan harapan mereka agar
barang dagangannya bisa menghasilkan keuntungan yang banyak. Karena itu, mereka
berebut mengambil dagangan, sehingga Rasulullah SAW yang sedang khutbah mereka
tinggalkan, dalam riwayat lain disebutkan sampai-sampai yang tersisa dari jama’ah
shalat jumat hanya dua belas orang saja.
Allah SWT menyebut permainan dan perniagaan dalam satu susunan kalimat, saat itu perniagaan
dan musik telah memalingkan mereka dari shalat jum’at. Jadi, sebenarnya yang diharamkan
bukanlah permainan
atau musik dan perniagaannya secara zat atau perbuatan, melainkan efek ‘melalaikannya’
itu. Sedangkan kelalaian bisa terjadi karena hal lainnya di dunia ini, bahkan
dunia hakikatnya adalah permainan (lahwun) yang melalaikan, maka
seharusnya yang diharamkan bukan hanya nyanyian, tetapi seluruh isi dunia.
Allah Ta’ala
berfirman: “Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau dan
jika kamu beriman dan bertakwa, Allah akan memberikan pahala kepadamu dan Dia
tidak akan meminta harta-hartamu.” (QS. Muhammad: 36).
Dari firman-firman
yang mengharamkan musik di atas, tak ada yang menyebutkan pengharaman secara gamblang
terhadap musik. Beberapa firman mengaitkan musik dengan lahwun yang
berati permainan yang berfungsi menghibur karena musik sendiri merupakan salah
satu bentuk hiburan. Akan tetapi lahwun
dimaknai dengan sesuatu yang melalaikan dan perbuatan yang sia-sia. Maka
jika musik itu bermanfaat hukumnya menjadi boleh. Sehingga tidak ada
pengharaman secara mutlak untuk musik.
3.6.2 Dalil yang membolehkan
Dalil-dalil yang dipergunakan oleh
ulama yang membolehkan musik
adalah para
ulama Islam telah membuat ketetapan bahwa pada asalnya segala sesuatu itu boleh. Berdasarkan firman
Allah surah al-Baqarah : 29
هو الذِى خلقَ لَكمْ مّا فِي الأرضِ
جمِيعًا
“ Dia
lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.”
Tidak ada sesuatu yang diharamkan
kecuali dengan nash yang sah dan sharih dari kitab
Allah atau sunah Rasul, ataupun ijma’ yang sah dan
meyakinkan. Apabila tidak terdapat nash atau ijma’, atau
terdapat nash yang sharih tapi tidak shahih atau
shahih tetapi tidak sharih yang mengharamkan sesuatu, maka yang demikian
itu tidak mempengaruhi kehalalan dan tetaplah ia dalam batasan kemaafan yang
luas[39].
QS. al-An’am :
119
وَقدْ فَصّل لَكمْ ما حَرّم عليْكم
“Padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa
yang telah diharamkan-Nya atasmu.”
Segala yang telah
diharamkan oleh Allah kepada kita telah Allah jelaskan secara rinci kepada
kita. Bila tidak dijelaskan secara rinci oleh Allah keharamannya, berarti ia
halal bagi kita.
3.7
Analisis Realitas
Historis
Untuk memahami suatu
hadits diperlukan pula kajian melalui
pendekatan historis baik secara
mikro maupun makro. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kejadian yang sebenarnya
pada saat turunnya sabda Rasul tersebut.
Adapun
analisis realitas historis pada hadits riwayat Bukhari bab “ akan datang orang
yang menghalalkan khamr dan menamakan dengan bukan namanya” tentang musik, Penulis
tidak dapat menelusuri asbabul wurud mikro dari turunnya hadits ini
namun Penulis dapat menelusuri asbabul wurud secara makro.
Menurut
analisa Penulis, hadits tersebut sesuai dengan tradisi dan kondisi masyarakat Jahiliyah
yang senang mengadakan pesta minum-minuman khamr, berzina, dan perbuatan
maksiat lainnya diiringi dengan musik yang membuat mereka lalai. Lantunan sya’ir serta tabuhan alat-alat musik membuat
mereka melupakan kewajiban-kewajiban dan mengabaikan yang haq. Masyarakat
Jahiliyah telah mengenal
alat-alat musik jauh sebelum kedatangan Islam. Bahkan cucu keenam Nabi Adam as
bernama Lamech telah menemukan alat musik berdawai empat (oud) yang
merupakan cikal bakal dari gitar modern saat ini [40].
Mereka
pula sangat
mengapresiasi terhadap bahasa dengan kualitas sastra yang tinggi. Mereka sangat
menyukai puisi atau keindahan syair-syair yang didendangkan. Bahkan musik atau puisi
telah berkembang sebelum kedatangan Islam dan telah mendarah daging dalam diri
masyarakat di Semenanjung Arab. Salah satu faktor cepat diterimanya Islam oleh
masyarakat Arab juga karena mukjizat Rasul yaitu al-Qur’an yang memiliki
susunan-susunan syair terbaik dan terindah, tidak ada yang mampu membuat sya’ir
seperti al-Qur’an.
Dalam sejarah ditemukan
bahwa ketika umat Islam menyambut kemenangan pasukan perang badar, pada saat
itu mereka mendendangkan musik dan melantunkan berbagai nyanyian[41].
Kemudian saat kedatangan Nabi hijrah dari kota Mekkah ke kota Madinah beliau
juga diiringi dengan alunan musik dan lantunan lagu thala’al Badru.[42] Rasul
pula dalam haditsnya membolehkan dua Jariyah untuk bernyanyi pada saat hari
raya. Memerintahkan kepada ‘Aisyah untuk memberi hadiah seseorang yang menyanyi
di pernikahan orang ‘Anshar.
Pada hakikatnya
mencintai keindahan dan ingin bergembira adalah fitrah dan naluri setiap
manusia. Musik adalah salah satu bentuk keindahan juga hiburan. Islam adalah
agama yang sangat sejalan dengan fitrah kemanusiaan[43].
Islam tidak akan membunuh fitrah manusia tersebut sepanjang
pelaksanaannya bernilai positif dan untuk memperoleh ridho Allah.
3.8
Analisis
Generalisasi
Musik
adalah salah satu bentuk hiburan yang dapat menghibur jiwa dan
menggembirakan hati. Allah SWT
tidak pernah mencela seseorang yang menghibur dirinya dengan suatu jenis
hiburan agar dapat membantunya setelah itu dalam mengerjakan kewajibannya
secara serius. Rasulullah SAW tidak melarang umatnya untuk sesekali menghibur
diri. Begitu pula dengan para sahabat Rasul, ketinggian spiritual yang telah
dicapai oleh mereka membuat sebagian orang mengira bahwa mereka selalu serius,
tidak mau bergembira, selalu tekun beribadah dan senantiasa berpaling dari
kesenangan hidup dan keindahan dunia. Pada
kenyataannya mereka mengetahui kebutuhan jiwa dan ingin memenuhi panggilan
fitrah, juga
hendak memenuhi hak hatinya untuk beristirahat dan bergembira.[44]
Islam tidak mewajibkan kepada umatnya agar seluruh percakapannya berupa dzikir,
diamnya berarti berpikir, seluruh pendengarannya hanya kepada al Qur’an, dan
seluruh waktu senggangnya ada di masjid.[45]
Tetapi Islam adalah agama yang sangat menghargai
fitrah dan naluri manusia.
Mengamati
berbagai dalil yang dijadikan hujjah pengharaman musik yang menjadi
titik pengharaman bukanlah musik secara zat dan perbuatan akan tetapi efek
melalaikan. Musik diartikan dengan “lahwu” secara bahasa berarti
permainan yang sering diartikan sebagai sesuatu yang tidak berguna, akan tetapi
pada kenyataannya musik adalah sesuatu yang juga memiliki manfaat.
Adapun manfaat musik
dalam kehidupan sangat banyak. Saat ini,
musik dimanfaatkan sebagai media dakwah. Penanaman
nilai-nilai agama dapat
dilakukan melalui musik. Cara ini tampaknya lebih mudah tertanam di dalam bathin
terutama bagi anak-anak. Bagi orang tertentu memiliki cara belajar yang khas,
misalnya seseorang dapat lebih konsentrasi belajar bila diiringi dengan musik.
Dan lebih mudah hafal serta terus mengingat suatu materi pelajaran jika materi
pelajaran tersebut dinyanyikan. Seperti metode menghafal mutholaah,
makhfudzot, MIPA dan mata pelajaran yang lain. Ketika kita menggunakan
metode ini, sama artinya kita menyeimbangkan kerja otak kanan dan otak kiri,
metode tersebut membuat daya ingat lebih tajam dibanding menghafal yang hanya
mengandalkan otak kiri saja.
Oleh staff IQEQ penelitian membuktikan bahwa musik,
terutama musik klasik sangat mempengaruhi perkembangan IQ (Intelegent Quotien)
dan EQ (Emotional Quotien). Seorang anak yang sejak kecil terbiasa mendengar
musik yang berirama dan bernada teratur akan lebih berkembang kecerdasan
emosional dan intelegensinya dibandingkan dengan anak yang jarang mendengarkan
musik. Musik membuat pikiran menjadi tajam dan latihan kognitif. Beberapa
penelitian lain telah menggambarkan bahwa mendengarkan musik adalah suatu usaha
yang lebih kompleks dari kelihatannya. Otak
manusia memilah nada, waktu, dan pengurutan suara untuk memahami musik. Diyakini
bahwa lobus frontal otak dirangsang dan diaktifkan ketika mendengarkan musik.[46]
Karena area tersebut adalah bagian otak yang berhubungan dengan fungsi mental
yang lebih tinggi seperti berpikir abstrak atau perencanaan. Frances Rauscher, Psikolog di University
of Wisconsin di Oshkosh dan rekan-rekannya menemukan bahwa mendengarkan musik
Mozart dapat meningkatkan penalaran orang di bidang matematika dan kemampuan
spasial.[47]
Musik klasik dapat
mencerdaskan janin dalam kandungan, janin yang terbiasa mendengar musik klasik
yang tenang memang cenderung jadi anak yang tenang. Ia juga gampang tidur
nyenyak dan tidur lelap, hal ini ada hubungannya dengan perkembangan otak, sel
saraf di otak akan tumbuh pesat ketika janin tidur. Kalau ia tenang, tidur pun
cukup. Perkembangan otak pun jadi maksimal.
Grace Sudargo, seorang
musisi sekaligus pendidik mengatakan “
dasar-dasar musik klasik
secara
umum berasal dari ritme denyut nadi manusia sehingga ia berperan besar dalam
perkembangan otak, pembentukan jiwa, karakter, bahkan raga manusia.” Beberapa
penelitian telah menemukan bahwa mendengarkan musik dapat mengurangi rasa
sakit, musik dapat bermanfaat bagi Pasien
penyakit jantung dengan mengurangi tekanan darah, denyut jantung dan kecemasan.[48]
Sebelum
para peneliti modern menemukan pengaruh musik terhadap
jiwa manusia, Ibnu Ishaq al- Kindi (801-873 M)
tercatat sebagai Psikolog muslim pertama yang memanfaatkan musik untuk terapi
dan berhasil menyembuhkan seorang anak yang mengalami Quadriplegic atau
lumpuh total. Para ilmuwan di era Ottoman (Turki) sudah mampu menetapkan jenis
musik tertentu untuk penyakit tertentu. Misalnya, jenis musik huseyni dapat
mengobati demam, kemudian jenis musik Zengule dan irak untuk
mengobati meningitis. Sementara itu, masyarakat barat baru mengenal terapi
musik pada abad ke 17 M. Musisi Islam lebih dulu mengenal bahkan tidak sedikit
dari mereka yang menjadi pelopor dalam perkembangan musik saat ini. Mereka pula
mewariskan sederet instrument yang terbilang penting bagi masyarakat modern.
Banyak alat-alat musik yang dibuat oleh musisi Islam yang menjadi cikal bakal alat-alat musik
modern. Seperti gitar modern merupakan turunan dari alat musik berdawai empat (Oud)
yang dibawa masyarakat Muslim. Menurut al-Farabi, Oud ditemukan oleh
Lamech cucu keenam Nabi Adam as [49].
Zyriab merupakan pemain Oud termasyhur di Andalusia. Dia tercatat
sebagai pendiri sekolah musik pertama di Spanyol.
Dua alat musik tiup
terbuat dari kayu yang disebut Alboka dan Al Boque berasal dari bahasa arab ‘albuq’
yang berarti terompet. Inilah cikal bakal klarinet dan terompet modern.
Kemudian Hurdy Gurdy dikenal sebagai nenek moyang piano. Ternyata piano juga
merupakan warisan dari peradaban Islam di zaman kekhalifahan. Ilmuwan Islam
seperti Banu Musa Bersaudara, telah menciptakan alat musik dengan teknologi
yang canggih yaitu instrument musik mekanik dan organ hidrolik otomatis. Inilah
mesin pertama yang bisa diprogram. Selain itu juga, Biola, Rebec, dan Rebab
biola modern yang saat ini berkembang pesat di dunia barat ternyata juga
berawal dan berakar dari dunia Islam. Alat musik gesek itu diperkenalkan oleh
orang timur tengah kepada orang Eropa pada masa kejayaan kekhalifahan Islam.
Biola pertama berasal dari Rebec yang telah digunakan oleh Musisi Islam sejak
abad ke 10 M. Cikal bakal biola juga diyakini berasal dari Rebab, alat musik
asli Arab yang ditemukan oleh al-Farabi.
Eksistensi musik saat
ini tidak lepas dari pengaruh musisi Islam. Al-Kindi adalah musisi Islam yang
pertama kali memperkenalkan kata ‘musiqi’. Ishaq al-Mausuli adalah
musisi Islam yang memperkenalkan solmisasi (do re mi fa sol la si do) dalam
bukunya berjudul Book of Notes and Rhythms.
Peradaban Islam di masa
keemasan telah menyumbangkan beragam warisan penting bagi masyarakat modern.
Masyarakat barat tak hanya berhutang budi karena telah menerapkan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dikembangkan umat Islam di zaman kekhalifahan,
tapi juga di bidang seni musik. Pencapaian yang tinggi di bidang musik
menunjukkan betapa masyarakat Muslim
telah mencapai peradaban yang sangat tinggi di abad pertengahan.
Musik melewati perkembangan emasnya dari tangan-tangan musisi Islam.
3.9 Kritik Praksis
Melihat
analisis generalisasi tentang musik di atas, maka penyebutan musik dengan
sesuatu yang tidak berguna dapat dibantah. Karena kenyataannya musik memiliki manfaat yang cukup besar bagi
kehidupan.
Mengkritiki hadits yang
menjadi pembahasan Penulis, Bukhari memasukkan dalam bab “akan datang orang
yang menghalalkan khamr dan menamakan dengan bukan namanya.” Beliau tidak
menamakan babnya tersebut dengan “pengharaman musik atau ma’azif” dalam kitab shahihnya itu tidak
ada sedikitpun pokok bahasan tentang pengharaman musik. Bukhari bermaksud
menggambarkan sebuah pesta yang diisi dengan meminum khamr serta perbuatan kefasikan lainnya dan
diiringi musik. Maka dalam hadits ini musik itu haram apabila diiringi dengan
sesuatu yang haram (perbuatan maksiat) apalagi disertai dengan minuman khamr.
Seperti yang dijelaskan oleh Prof. Dr. Yusuf Qaradhawi menjelaskan bahwa tidak
semua lagu diperbolehkan. Oleh karena itu ada batasan yang harus diperhatikan,
antara lain:
- Topik
atau isi musik tidak bertentangan dengan adab dan ajaran Islam.
- Penampilan
penyanyi di dalam membawakan musik tidak dengan nada dan gaya yang sengaja
membangkitkan nafsu, menimbulkan fitnah, dan merangsang syahwat.
- Musik
tidak disertai dengan yang haram, seperti minum khamr, menampakkan
aurat, atau pergaulan antara laki-laki dan perempuan tanpa batas.
- Sesungguhnya
Islam mengharamkan sikap berlebih-lebihan dalam segala hal termasuk dalam
ibadah. Maka berlebihan dalam mendengarkan musik adalah dilarang karena
dapat melalaikan hati manusia dari melakukan kewajiban-kewajiban,
mengabaikan yang hak serta menyita kesempatan manusia yang sangat
terbatas.
- Dari
sisi pendengar, apabila musik dapat menimbulkan rangsangan dan
mendatangkan fitnah, membawa ia dalam khayalan, dan sisi kebinatangannya
mengalahkan sisi kerohaniannya.
Quraish Shihab
mengatakan bahwa tidak semua keindahan atau
seni dapat ditolerir oleh Islam.
Seni atau keindahan itu terlarang apabila mengandung unsur-unsur sebagai
berikut, dapat merusak agama, merusak jiwa, merusak kehormatan, merusak harta
benda, merusak keturunan serta dapat membawa kepada kelalaian.
Imam
Al-Ghazali menjelaskan bahwa ada lima faktor yang dapat mengalihkan hukum musik
menjadi haram, yakni :
- Apabila
penyanyi adalah seorang wanita yang tidak halal untuk dipandang
dan
dikhawatirkan menjadi fitnah apabila mendengarkannya.
- Apabila
didalam musik terkandung perkataan yang mencaci-maki dan kata-kata kotor
dan dusta.
- Apabila
musik dapat menimbulkan syahwat.
- Apabila
orang yang mendengarkan musik itu mencintai penyanyi idolanya melebihi
cintanya kepada Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Pengertian musik adalah sebuah
pengungkapan gagasan bunyi yang unsur dasarnya berupa irama, melodi, dan
harmoni.[50]
Musik sangat berkaitan dengan nyanyian (al ghina) diartikan
sebagai ragam suara yang berirama
(membaca, syair atau puisi, dan lain-lain).[51]
Musik juga memiliki arti meninggikan suara ketika bersyair atau suara
yang diperindah. Maka apabila merujuk pada pengertian di atas, maka tanpa dipungkiri
bahwa sejumlah ritual keagamaan yang dijalankan umat Islam mengandung
musikalitas seperti adzan, takbiran ketika hari raya, sholawatan, dan
ilmu qori’ah dalam pembacaan al-qur’an.
Dalam riwayat hadits diceritakan bahwa
Salim mendengar bacaan al Qur’an lalu disangkanya nyanyian.
أخْبَرَنا سليمانُ بنُ حرْبٍ
حدّثَنا حمّادُ بْن زَيْدٍ عن أيوبَ قال قدمَ سَلْمَةٌ البيْدقُ المَدِينة فقامَ
يصلّي بهم فقيل لسالمٍ لوْ حيْتَ فسَمِعْتَ قرَاءَته رَجَع فقال غِناءٌ غِناءٌ
“Salamah al
Baidzaq datang dari Madinah maka berdiri dan sholat bersama mereka, maka
dikatakan kepada Salim bin Abdullah jika engkau datang maka engkau akan
mendengar bacaannya, maka ketika berada di pintu Masjid, mendengar bacaannya
dia kembali dan berkata : ada nyanyian.. nyanyian..”
Indonesia adalah negara yang
memiliki beragam kekayaan budaya, salah satunya adalah musik. Musik tersebut
adalah hasil dari kreativitas mereka sebagai ciri khas masing-masing daerah dan
lambang persatuan. Bukan hanya wilayah di Indonesia saja yang memiliki musik
khas tapi hampir seluruh negara di dunia memiliki lagu kebangsaan.
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Setelah dilakukan beberapa kajian
metode pemahaman hadits
terhadap hadits
riwayat Bukhari bab “akan datang orang yang menghalalkan
khamr dan menamakan dengan bukan namanya”
tentang musik, maka dapat disimpulkan bahwa hadits
ini shahih muttashil, akan tetapi hadits yang membolehkan musik atau al
ma’azif lebih shahih kebanyakan
periwatannya dari ‘Aisyah.
Unsur
pengharaman di dalam hadits tersebut tidak mutlak ditujukan untuk musik atau al
ma’azif, Bukhari sendiri tidak menamai bab untuk hadits ini dengan nama bab
“ pengharaman musik atau al ma’aazif” akan tetapi menamai babnya dengan “akan
datang orang yang menghalalkan khamr dan menamakan dengan bukan namanya”.
Musik
sesuai dengan fitrah manusia, musik dilarang apabila terdapat unsur-unsur yang
diharamkan Islam. Adapun musik termasuk dalam kategori mubah yang
memiliki sisi positif dan negatif.
Kategori
musik yang diharamkan Islam adalah apabila topik atau isi musik bertentangan
dengan adab dan ajaran Islam. Penampilan Penyanyi sengaja membangkitkan syahwat
dan menimbulkan fitnah. Musik disertai dengan yang haram atau ma’siat, seperti
minum khamr, berzina, menampakkan aurat dan sebagainya. Dan apabila musik
dinikmati berlebihan atau membuat pendengarnya lalai.
Eksistensi
musik di kalangan masyarakat khususnya umat Islam berperan signifikan salah
satunya sebagai media dakwah, metode pembelajaran yang efektif dan terapi pengobatan bahkan tanpa dipungkiri
sejumlah ritual keagamaan yang dijalankan umat Islam mengandung musikalitas.
Sejarah pula telah membuktikan bahwa banyak Musisi Islam yang turut mendukung
perkembangan musik, tidak sedikit dari mereka yang menjadi pelopor dan mewarisi
sejumlah penemuan berkaitan dengan musik kepada masyarakat modern.
4.2
Saran
Seiring dengan
perkembangan zaman yang semakin kompleks,
aliran-aliran musikpun semakin
menjamur dan mengakar pada diri manusia. Maka Penulis sarankan agar pembaca
lebih selektif dalam memilih jenis musik yang sesuai dengan syariat Islam.
Terutama untuk anak-anak jangan diperdengarkan musik yang isinya tidak sesuai
dengan perkembangan usianya. Manfaatkan musik ke arah yang positif di dalam
kehidupan. Seperti, menjadikan musik sebagai metode pembelajaran yang efektif
atau sebagai terapi pengobatan atau membantu menghilangkan stress dan
lain-lain.
Adapun
untuk lembaga-lembaga yang memproduksi musik, produksi lah musik yang memiliki
unsur pendidikan.
Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat khususnya untuk Penulis dan umumnya untuk pembaca.
[2] DR. Yusuf
Al-Qardlawy, Keluasan dan Keluwesan Hukum Islam, (Semarang : Dina Utama
Semarang, 1993), hlm. 76-77
[3] Abu Muslim, 1001
Hal Yang Paling Sering ditanyakan Tentang Islam, (Jakarta: Kalil P.T
Gramedia Pustaka Utama,1989), hlm.1
[19] Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia,(Jakarta : Balai
Pustaka, 1995), hlm 602
[22] Wahyu Purnomo,Terampil
Bermusik untuk SMP dan MTs, (Jakarta : Pusat Perbukuan Kementrian
Pendidikan Nasional, 2010), hlm.12
[24] http://emasloemiyono.wordpress.com/2012/08/17/musik-dalam-peradaban-islam/
diakses 23 Oktober 2012
[27] http://emasloemiyono.wordpress.com/2012/08/17/musik-dalam-peradaban-islam/
diakses 23 Oktober 2012
[31] Prof. DR. H.
Mahmud Yunus, Kamus Arab- Indonesia, (Jakarta : PT. Mahmud Yunus Wa
Dzurriyyah, 1989), hlm.265
[32] Thaba’ah
Mu’awiyah al Ula, Munjid Fil Lughah wal ‘alam, (Beirut : Daarul Musyrif,2008),
hlm. 503
[37] Muhammad
al-Ghazali, Studi Kritis atas Hadis Nabi
SAW antara Pemahaman Tekstual dan Kontekstual terj. Muhammad al-Baqir,(Bandung: Mizan, 1994), hlm. 91.
[41] Hamid Laonso,
Muhamad Jamil, Hukum Islam Terhadap Masalah Fiqh Konteporer, (Jakarta :
Restu Illahi, 2005), hlm. 90.
[43] Abdul Mustaqim, ilmu
Ma’anil Hadits Paradigma Interkoneksi Berbagai Teori dan Metode Memahami Hadis,(Yogyakarta:
Idea Press,2008), hlm.93
[50] http://stiebanten.blogspot.com/2011/10/pengertian-musik-dari-berbagai-tokoh.html akses 20 Desember 2012
1 komentar:
Mantaap..ijin share yaa..
Posting Komentar