Senin, 17 Maret 2014

Semakin Tinggi, Semakin Diterpa Angin



            Dalam metamorphosis kehidupan yang ku alami, tak selamanya berjalan mudah. Bukankah indah sinar bintang baru nampak ketika malam gelap..??, dan bukankah semakin tinggi pohon semakin kencang angin menerpa..??. Begitu pula dalam penulusuran labirin kehidupan untuk hidup yang bukan sekedar hidup.
            Dalam transisi dunia kependidikanku di pesantren. Jalan ini ku pilih bukan tanpa syarat, ijtihad satu semester membuahkan akselerasi dan beasiswa bebas SPP sekolah. Normalnya santri baru lulusan  SLTP harus menjalani kependidikan SLTA di pesantren selama empat tahun, tapi akselerasi ini menuntutku untuk meninggalkan angkatanku dan duduk bersama kakak kelas yang belum bisa menerima kehadiranku di tengah-tengah mereka.
Sampai pada klimaksnya, mereka meluapkan kemarahannya kepadaku dan dua orang teman akselerasi juga. Sebagai bentuk protes dan ketidakterimaan mereka. Di masjid pukul 23.25 WIB kami dikumpulkan untuk mendengarkan caci-maki dari mulut mereka, “kalian BENALU…!! kalian PARASIT dalam komunitas kami…!! kalian TROUBLE MAKER perusak sistem kekeluargaan kami. KAMI INI SATU BADAN, KETIKA KALIAN DATANG AKAN MENJADI KECACATAN BAGI BADAN KAMI” cercaan bertubi dengan tudingan tajam, hampir semua dari mereka angkat bicara bergantian. Kian mengiris pendengaran, ucapku lemah dalam hati sambil  merasakan sesak di dada “ Tuhan,, kumohon jadikan tuli telingaku malam ini, agar tak satu pun cacian mereka dapat ku dengar. Jadikan buta mataku malam ini, agar tak satupun bringas wajah mereka dapat ku lihat.  lapangkan dada hamba, bersihkan hati jangan biarkan kebencian dan rasa dendam bersemayam di dalamnya”.
Tak sepatah kata pun keluar dari mulutku untuk menimpali cercaan-cercaan itu. Biarkan mereka lelah dengan kebencian, tapi aku akan tetap hidup dengan ijtihadku Li tholabul ‘ilmi. “AKU AKAN MEMBUNGKAM MULUT MEREKA DENGAN UKIRAN PRESTASI” tekad kuat dalam hati. seseorang yang menyimpan kebencian di hati, ibarat melempar sesuatu dengan kertas basah, sebelum terlempar ia akan hancur terlebih dulu.
Tidak berhenti dengan segala cercaan. Mereka pula mencoba memfitnahku dengan keji, sampai semua orang memandangku buruk. Fitnahan yang sama sekali tidak pernah aku lakukan.
Di dalam kelas pula kami dikucilkan, duduk dibangku paling belakang dan terasingkan. Kelas itupun menjadi kandang macan, tak kudapati kenyamanan belajar. Bahkan kedamaian hidup di lingkungan pesantren tak dapat ku rasakan, hanya tekanan bathin yang menyakitkan membuatku ingin pulang… pulang dan pulang. Dihadapan ustadz-ustadz  saja mereka bersikap manis kepada  kami, tapi setelahnya mereka kembali pada kebencian yang sia-sia. Berkedok kemunafikan agar tidak disalahkan.
Aku harus tetap bertahan, saat ini Tuhan akan menaikkan derajatku dengan ujian-Nya. Yang aku lakukan adalah mengambil hikmah dari cobaan ini, yakni menjadi insan tegar dan lebih dewasa. Aku pun terus mengejar pelajaran-pelajaran yang tertinggal. Ibarat kata Jika mereka berjalan, maka aku harus berlari..!! jika mereka membaca satu buku dalam tiga hari, maka aku harus membaca tiga buku dalam sehari. Jika mereka menghafal one day one ayat, maka aku harus hafal one day one surah.  Bahkan tengah malam ketika mereka tidur nyenyak, aku harus bangun melihat catatan pelajaran dibuku mereka diam-diam, kemudian mempelajarinya bersama keheningan malam.
Setiap hari aku mencoba care dan bersikap baik kepada mereka. Kebencian tidak dibalas dengan kebencian, melainkan niat positif dari dalam hati. Di sepertiga malam dalam dialogku bersama Tuhan, “ya Tuhan.., bahagiakanlah orang-orang yang sangat membenciku, sadarkan ia akan kesia-siaan dari kebencian yang dimiliki”. Hati ibarat talang emas, menyimpan kebencian sama dengan menyimpan pepaya busuk di dalamnya.
Tidak ada usaha yang sia-sia, akhirnya satu per satu buah manis dapat ku petik. Alhamdulillah,.. Aku mendapat peringkat satu dikelas bahkan juara umum akademik tingkat SLTA, menjuarai lomba menulis essay tingkat Provinsi bahkan nasional. Dan Aku juga terpilih menjadi ketua OSPM (Organisasi Santri Pondok Modern) dan Wakil Ketua Isyba’ (Organisasi kejurnalistikan). Saat itu mereka mulai menerima kehadiranku, rasa kebencianpun mulai terkikis perlahan hingga habis.Dan kami menjalani kependidikan dengan indahnya kekeluargaan sampai kelulusan,,,,
           
           semoga bermanfaat
jangan lupa mapir di ursi blog ya

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Tulisanmu mengingatkan aku waktu dulu yg pengalamannya hampir sama dengan pengalamanmu hny saja aku putus asa ditengah jalan mengambil jalan yg aman


Tetaplah ditempat km berpijak walau angin sering menggoda untuk pergi mengajakmu beranjak

:)

Posting Komentar