Ursilawati
Mendapat juara 3 LEN (Lomba Essay Nasional) GPSN CssMoRA IPB
Secara etimologi pesantren dapat
diartikan sebagai sebuah tempat untuk mendalami ilmu agama. Soegarda Poerbakawatja yg dikutip oleh Haidar Putra Daulay
mengatakan “ Pesantren berasal dari kata
santri yaitu seseorang yg belajar agama Islam sehingga
dengan imbuhan pe-an pesantren mempunyai arti tempat orang berkumpul untuk
belajar agama Islam". Menurut Imam
Zarkasyi ( pendiri pondok Darussalam Gontor) “Pesantren
adalah lembaga pendidikan islam dengan sistem asrama, dimana Kyiai menjadi
pengasuh pesantren, kiprah seorang Kyai sangat esensial perannya bagi suatu pesantren”([1]).
Bahkan secara tegas beliau menyatakan tujuan pendidikan pesantrennya yakni
untuk “kemasyarakatan dan dakwah
islamiyah santri-santrinya”( 2). Berkenaan dengan santri, kata santri terambil dari ujung kata hasan dalam bahasa arab berarti baik,
dan three dalam bahasa inggris
berarti tiga. Dari penggabungan kedua bahasa asing tersebut Santri bisa
diartikan seorang yang baik dalam tiga hal
(iman, islam dan ihsan). ketiganya merupakan pondasi agama. Perspektif
orang mengenai pesantren dan santri memang tak lepas dari sentuhan-sentuhan
islam, membuatnya dipandang sebelah mata yakni lebih banyak mengurusi soal
ukhrowiyah
ketimbang duniawiyah.
Kehidupan
yang semakin kompleks, dunia semakin mengglobal dan peradaban yang semakin
berkembang pesat, menuntut eksistensi pesantren dalam mencetak generasi muda
islam yang berkompeten di segala bidang, baik terjun di dunia politik, keekonomian, sosial, budaya,
teknologi dan bidang keagamaan tentunya. Ini merupakan tantangan yang sedang
dan akan terus dihadapi oleh lembaga pesantren masa kini. Dengan demikian dunia
pesantren diharuskan mengadakan rekonstruksi, sebagai konsekuensi dari kemajuan
dunia modern. Rekonstruksi sistem pendidikan pesantren bukan berarti merombak
seluruh sistem yang ada kemudian berakibat hilangnya jati diri pesantren itu
sendiri yakni lima elemen terpenting yang menjadi pilar sekaligus ruh dari
pesantren (Kyai, Santri, pondok, masjid
dan kitab kuning). Al qur’an menegaskan
bahwa perubahan adalah satu keharusan dalam hidup. Kehidupan manusia tidak
statis, tetapi senantiasa dinamis dan terus menerus berubah baik kearah yang
lebih maju atau lebih mundur. Nabi Muhammad sendiri tidak melarang adanya
perubahan yang menyesuaikan zaman, asalkan tidak keluar dari hukum-hukum agama
yang telah ditetapkan dalam hadits dan al
Quran.
Saat
ini pesantren pun membuktikan eksistensi nyata bagi kehidupan, melunturkan paradigma
masyarakat mengenai pesantren yang klasikal dan tradisional. Mungkin sebagian orang akan tertawa, apabila
mendengar kaum ‘Santri’ bermain politik, berkecimpung dalam tatanan ekonomi
bangsa, mengadakan hubungan dengan berbagai etnik dalam masalah kehidupan
sosial (pluralitas), ikut mengenalkan khazanah budaya negeri ke negara-negara
lain, serta menguasai ilmu pengetahuan dan tekhnologi (IPTEK). Tapi pada
nyatanya pesantren di Indonesia
dewasa ini tumbuh dan berkembang sangat pesat. Alwi Sihab menegaskan bahwa Syaih Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik (w. 1419 H) merupakan orang
pertama yang membangun pesantren sebagai tempat mendidik dan menggembleng para
santri.(3)[2]
Perkembangan kualitas dan kuantitas pesantren berlanjut dari masa ke masa, berdasarkan
laporan pemerintah kolonial Belanda,
tahun 1831 di Jawa saja terdapat tidak kurang dari 1.853 buah dengan jumlah
santri tidak kurang 16.500 orang. Kemudian suatu survai yang diselenggarakan
oleh kantor Shumubu (Kantor Urusan Agama) pada masa Jepang tahun 1942, jumlah
pesantren bertambah menjadi 1.871 buah, jumlah tersebut belum dijumlah dengan
pesantren di luar Jawa dan pesantren-pesantren kecil. Pada masa kemerdekaan
jumlah pesantren terus bertambah, berdasarkan laporan Departemen Agama RI tahun 2001 jumlah
pesantren di Indonesia mencapai 12.312
buah.(4) Pertumbuhan secara kuantitas ini tergolong begitu cepat.
Tidak
jauh berbeda dengan perkembangan pesantren secara kuantitas, karena dari segi
kualitas pesantren pun menampakkan era keemasanannya. Jika kita tilik dari sisi
kelembagaan, sekarang ini beberapa pesantren muncul menjadi sebuah institut
atau kampus yang memiliki kelengkapan fasilitas untuk membangun potensi-potensi
santri tidak hanya segi akhlak, nilai intelek, spiritualitas, tapi juga
atribut-atribut fisik dan material seperti munculnya pesantren-pesantren yang
sudah terkemas rapi dengan peralatan-peralatan modern semisal laboratorium
bahasa, laboratorium Komputer, Lab MIPA, jaringan internet dan lain sebagainya.
Upaya perubahan dan pembangunan kemampuan skill santri menjadi prioritas.
Terkait
dengan pembangunan dibidang pendidikan.
Amanah Undang- Undang Nasional No.20/2003 disahkan jelas-jelas memasukkan pesantren
sebagai salah satu sub sistem dari sistem pendidikan nasional, sebuah perhatian
dan pengakuan yang sudah selayaknya diterima komunitas pesantren. life
skills menjadi metode andalan untuk lembaga pesantren, tujuan dari
penyelenggaraan kecakapan hidup (life skills) sendiri tak lain dan tak bukan
hanya untuk membangun peserta didik (para santri) dalam mengembangkan kemampuan
berfikir, menghilangkan kebiasaan yang kurang baik, dan mengembangkan potensi
diri agar dapat memecahkan problema kehidupan secara kontruktif, inovatif, dan
kreatif sehingga dapat menghadapi realita kehidupan dengan bahagia baik secara
lahiriah maupun batiniah.(5)[3]Dalam
praksisnyapun pesantren telah memainkan peran penting sebagai agen
nasional dalam mencetak generasi muda
yang intelek. Ranah pesantren diantaranya dengan pemantapan bahasa, tidak saja
bahasa arab yang menjadi prasyarat mutlaq selaku bahasa al Quran, melainkan
juga bahasa Indonesia dan tentu saja bahasa inggris. Bahasa Indonesia menjadi
penting karena dengan bahasa Indonesia para santri dapat mengkomunikasikan
gagasannya ditingkat lokal, regional, dan nasional. Sedangkan bahasa inggris
sebagai bahasa internasional penting digeluti agar para santri dapat
menkomunikasikan gagasannya hingga melintasi batas cakrawala. Disamping menimba
ilmu dari wilayah yang berbeda dengan modal bahasa inilah pesantren masa depan
bisa kian melebarkan kerjasamanya. Tidak saja pada tingkat regional, nasional
akan tetapi juga pada tingkat internasional. Bahkan dengan program Departemen
Agama (Depag) yang menawarkan beasiswa sekolah gratis S1, S2, juga S3 ke
berbagai Negara khususnya Negara bagian timur tengah seperti Mesir, Turkey, Yaman, Madinah, Riyadh
dan banyak lagi. Hal ini menjadi catatan
pembuktian skill para santri yang mengglobe. Tidak sedikit out put
pesantren yang mendapatkan beasiswa tersebut bahkan sehabis menyelesaikan studynya dengan modal ilmu yang ada, banyak dari mereka yang sukses
di ranah pendidikan, menduduki posisi penting di instansi-instansi pendidikan
tertentu bahkan mampu mendirikan pesantren lalu mengelolanya sendiri. Tidak
dapat dipungkiri lahirnya berbagai pendidikan modern tidak bisa dilepaskan dari
pesantren sebagai lembaga pendidikan yang sudah mengurat nadi di negeri ini.
Selain
dalam ranah pendidikan, pesantren berperan penting terhadap perubahan dan
rekayasa sosial, bertanggung jawab atas berbagai fenomena sosial yang berkembang
dan berdampak negatif bagi kelangsungan hidup manusia. ditanamkan dalam setiap
diri santri yakni jiwa kebersamaan. Bahkan semboyan yang sering diucapkan
adalah “ satu untuk bersama, dan bersama untuk satu” hangatnya kebersamaan
menjadi kekuatan tersendiri sehingga menciptakan kecerdasan emosional dan
kepribadian yang indah dalam diri mereka. Bayangkan saja beratus-ratus santri di
suatu pesantren datang dari berbagai daerah yang berbeda, tentunya dengan
karakter yang berbeda pula. Disinilah letak pembelajaran sosial yang mungkin
tidak bisa didapatkan di lembaga pendidikan umum, untuk dapat bersosialisasi
dengan baik santri dituntut memahami
berbagai macam karakter dan dapat memposisikan dirinya pada satu karakter
tertentu, belajar menghargai serta menghormati sesama. Praktisi seperti ini
diakui atau tidak diakui sangat berguna ketika
terjun di dunia masyarakat nanti. Kita
bisa melihat peran ormas NU, Muhamadiyah beserta perangkat dan badan-badan
otonomnya yang banyak mengusung agenda reformasi. Begitu juga bermunculannya
lembaga swadaya masyarakat (LSM) banyak yang dimotori oleh kaum santri, baik
LSM yang konsentrasi di bantuan hukum, lingkungan hidup, kerukunan umat
beragama, ekonomi maupun yang bergerak di bidang sosial budaya. Juga
dalam kencah politik, kaum santri tidak lagi menjadi obyek dari kepentingan
sesaat politisi dan partai politik, akan tetapi dinamika perpolitikan Indonesia
diwarnai pula oleh politisi santri yang tidak lagi malu dengan identitas
kesantriannya, sehingga munculnya partai-partai politik yang personilnya dari
kaum santri seperti PKB, PKU, PNU, PBR, dan PKNU yang baru-baru ini
dideklarasikan oleh beberapa ulama sepuh NU.
Menoleh
pada peran pesantren yang menduduki
tempat istimewa dalam khazanah perkembangan sosial budaya, tak khayal
perspektif historis memposisikan pesantren sebagai subkultur disampaikan oleh
Abdurrahman Wahid , beliau seorang santri yang menjadi tokoh besar bangsa
Indonesia, menurutnya “ lima ribu buah pondok
pesantren yang tersebar di enam puluh delapan ribu desa merupakan bukti
tersendiri untuk menyatakan pesantren sebagai subkultur.(6)[4]Terkait
dengan budaya Indonesia sendiri yang ketimur-timuran dan selaku Negara islam
terbesar di dunia, sensus
penduduk pada
tahun 2010
mencatat, kira-kira 85,1% dari 240.271.522 penduduk Indonesia adalah muslim,
9,2% Protestan, 3,5% Katolik,
1,8% Hindu,
dan 0,4% Budha,(7)[5]dari
sekian banyak kaum muslim Indonesia mereka adalah kaum santri. Persentasi yang
membanggakan tersebut mempercepat segala aspek perkembangan pesantren diantaranya
dalam seni dan budaya, dikenali oleh masyarakat bahwasanya seni dan budaya asli
Indonesia turut ditrendkan di pesantren
dan melahirkan output berjiwa seni seperti
Asep Zamzam Noor (penyair asal pesantren Cipasung), atau KH. Musthafa
Bisri (budayawan asal pesantren Rembang), dimana kreasi dan inovasi mereka
sangat mempengaruhi atmosfir seni dan budaya di Nusantara. Konstribusi positif
pesantren ini disangkutpautkan pada celah-celah globalisasi, ikut andil dalam
perang budaya dunia yang belakangan ini menjadi momok mengkhawatirkan semua
lapisan masyarakat. Belahan bumi bagian barat berupaya sekuat tenaga untuk
membuat bumi berpijak pada nilai-nilai budayanya dan secara perlahan mengikis budaya
asli Indonesia. Untuk itu pesantren dipersiapkan sebagai kuda-kuda pertahanan
budaya Indonesia yang baik, serta tameng datangnya budaya asing yang tidak
baik. Masuknya budaya asing saat ini takan lepas dari perkembangan teknologi
yang melejit, kemajuan IPTEK sebagai suatu efek dari kemodernsasian dunia.
namun perkembangan teknologi bukan berarti harus ditinggalkan atau kita
mengisolir diri. Sebab hampir semua teknologi memberi manfaat besar pada
kehidupan dunia, untuk itu santri yang akan menjadi komunitas i secara tepat
guna. Teknologi akan terus berkembang, jika bukan kita yang mengembangkannya,
maka bangsa lain akan terus mengulik melakukan penelitian untuk mengembangkan
IPTEK tersebut. Tantangan zaman tersebut dijawab oleh sebagian besar pesantren
dengan melengkapi fasilitas-fasilitas penunjang terutama yang berkaitan dengan
ilmu sains dan teknologi.
Pesantren
pula mendidik santrinya menjadi output yang mandiri dalam masyarakat
biasanya dengan menonjolkan
kewirausahaannya. Sudah banyak
lembaga-lembaga pesantren yang membekali para santrinya dengan ilmu-ilmu
berwirausaha (enterpreuneurship). Seperti
salah satu lembaga di pondok pesantren salafiyah Sidogiri, Pasuaran, Jawa
Timur. Pesantren ini memiliki koperasi pondok pesantren terbaik secara
nasional.(8) [6] Prestasi ini tentunya
memberi dampak kultural kepada para santri, yakni membangun etos kerja yang
tinggi, percaya diri, jujur dalam berusaha , berani menanggung resiko dan lain
sebagainya. Hal yang miris, kalau kita tengok perkembangan ekonomi dunia yang masih
belum stabil pertumbuhannya hingga saat ini, ternyata sistem perekonomian yang
berbasiskan Islam (syariah), lebih eksis dan bahkan semakin menjulang tinggi
pertumbuhannya. Ini menandakan sistem perekonomian Islam (syari’ah), merupakan
sistem yang sangat efektif apabila digunakan untuk tatanan perekonomian bangsa.
Dengan banyak didirikannya bank-bank syariat diharapkan tegaknya pula
perekonomian yang jujur dan sehat.
Akhirnya kita dapat mengambil kesimpulan bahwa
“eksistensi pesantren bagi generasi muda saat ini” banyak memberikan sumbangsih
positif bagi kemajuan bangsa di segala bidang, dengan tidak menghapuskan
pandangan pesantren sebagai lembaga keagamaan yang mencetak penerus bangsa
berakhlakul kharimah. Rekonstruksi pesantrenpun masih harus terus di kembangkan
dengan senantiasa dipilari syiar-syiar agama agar tidak membelok dari jalan Tuhan
yang benar, dan juga santri akan tetap menjadi penyebar panji-panji islam pada
setiap fikrah.
“Banggalah Menjadi Seorang Santri…. !!!!”
Daftar
Pustaka
El-Saha,
Muhammad Ishom. 2008. The Power of Santri’s Civilization. Jawa Barat :
Pustaka Mutiara.
Fatah,
Rohadi Abdul dkk. 2008. Rekonstruksi
Pesantren Masa Depan, Jakarta :
PT. Lisatafariska Putra.
Haedari, M Amin. 2006. Masa Depan Pesantren Dalam Tantangan Modernitas dan
Tantangan Komplesitas Global, Jakarta : IRD press.
Masyud
,M Sulthon. 2008. Manajemen Pondok
Pesantren, Jakarta : Diva Pustaka
Jakarta.
Wirosukarto,
Amir Hamzah, et.al. 1996. KH.
Imam Zarkasyi dari Gontor Merintis
Pesantren Moder. Ponorogo : Gontor Press.
Yuppi,
Mu. 2008. Manajemen Pengembangan Pondok
Pesantren. Jakarta : Media
Nusantara.
Zada,
Khamami dkk. 2006. Intelektualisme
Pesantren. Jakarta : Diva Pustaka
(
akses 12 Mei 2012)
Biodata Penulis
Nama :
Ursilawati
Tempat Tanggal Lahir :
Serang, 07 September 1995
Anak ke :
3 dari 5 ( lima ) bersaudara
Kelas :
XI IPA 1
Asal lembaga institut : (MAS.
ASSA’ADAH)
Alamat :
Jl.Ciptayasa, Kp.Pemalang, Ds.Sukanegara
Pontang, Serang, Banten, Indonesia.
Cita-cita :
ingin menjadi filsafat
Hobbi :
Menulis, baca puisi dan listening music
Motto :
“ Ijtihadmu mengukir senyuman nyata J”
Hp : 085921429026
[1]
Amir Hamzah Wirosukarto,et.al., KH. Imam
Zarkasyi dari Gontor Merintis Pesantren Modern, (Ponorogo: Gontor Press,1996)
Cet, ke-1,h,56
2Rohadi
Abdul Fatah dkk. Rekonstruksi Pesantren Masa Depan, (Jakarta: Listafariska
Putra, 2008)h,21
3 HM. Amin Haedari, Masa Depan Pesantren Dalam
Tantangan Modernitas dan Tantangan Komplesitas Global, (Jakarta: IRD
press,2006)h,6
4 Rohadi
Abdul Fatah dkk. Rekonstruksi Pesantren Masa Depan, (Jakarta: Listafariska
Putra, 2008)h,15
0 komentar:
Posting Komentar