Perilaku Seksual yang Normal dan Abnormal
Dalam lingkup perilaku seksual, konsep yang dimiliki tentang apa yang disebut normal dan abnormal sangat dipengaruhi oleh faktor sosiokultural. Akan tetapi perilaku sosial dapat dianggap abnormal apabila hal tersebut bersifat self defeating, menyimpang dari norma sosial, menyakiti orang lain, menyebabkan distres personal, atau mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berfungsi secara normal.
Orang tua, lingkungan bermain dan sekolah berpengaruh membentuk identitas gender dan orientasi seksual pada anak.
Identitas gender adalah perasaan psikologis seseorang meyakini dirinya sebagai pria atau wanita. Peran orang-orang di sekitar sangatlah penting dalam membimbing dan memberi pengertian kepada anak agar memiliki identitas gender secara normal, berdasar pada anatomi gendernya. Sehingga anak tidak mengalami gangguan identitas gender yaitu konflik antara anatomi gender dengan identitas gendernya sendiri. Individu yang mengalami gangguan identitas gender mempercayai bahwa anatomi gendernya tidak konsisten dengan identitas gender yang dirasakan.
Baru-baru ini dunia, khususnya Indonesia dihebohkan sekaligus dibuat cemas dengan maraknya kasus LGBT (kepanjangan dari Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender).
Identitas gender berbeda dengan orientasi seksual. Gay dan Lesbian menyukai atau memiliki minat erotis pada anggota gender mereka sendiri, tetapi identitas gender mereka (perasaan menjadi pria atau wanita) konsisten dengan anatomi seks mereka. Seperti halnya juga terjadi pada Biseksual, namun individu ini memiliki ketertarikan seksual terhadap dua gender. Mereka tidak memiliki hasrat untuk menjadi anggota gender yang berlawanan atau merasa jijik pada alat genital mereka, seperti yang dapat ditemukan pada orang-orang dengan gangguan identitas gender. Orang dengan gangguan identitas gender tertarik secara seksual pada anggota dari anatomi mereka sendiri tidak menganggap bahwa diri mereka sebagai Gay atau Lesbian. Gender yang mereka miliki sebelumnya merupakan kesalahan di mata mereka sehingga menurut mereka dirinya terperangkap pada tubuh dengan gender yang berbeda. Seperti apa yang terjadi pada Transgender. Individu yang melakukan transgender, mereka dengan sengaja merubah anatomi seksnya sesuai dengan identitas gender yang dirasakan seperti wanita berpenampilan tomboy, waria dsb.
Lalu apa hubungan permainan Bongkar Pasang (BP) dengan pencegahan LGBT?
Siapa yang tidak tahu permainan orang-orangan/ uwong-uwongan atau juga sering dikenal dengan Bongkar Pasang (BP). Permainan ini sering dimainkan oleh anak-anak Sekolah Dasar (SD) berusia sekitar 6 - 11 tahun.
Secara fisik pada usia 6 tahun keseimbangan badan anak SD relatif berkembang baik, anak semakin dapat menjaga keseimbangan badannya. Penguasaan badan seperti membongkok, melakukan macam-macam latihan senam serta aktivitas olahraga berkembang pada masa sekolah. Juga berkembang koordinasi antara mata dan tangan (visio-motorik) yang dibutuhkan untuk menggerak- gerakan mainan, membidik, menyepak, melempar dan menangkap.
Selain itu anak di masa sekolah SD sudah mengalami kemasakan, yaitu :
1. Anak dapat bekerjasama dalam kelompok dengan anak-anak lain dan dapat menyesuaikan diri dengan kelompok teman-teman sebaya.
2. Anak dapat mengamati secara analitis dan sudah dapat mengenal bagian-bagian dari keseluruhan serta dapat memisahkan juga menyatukan kembali bagian-bagian tersebut.
Ditilik dari perkembangan sosial, anak SD mempunyai kontak yang intensif dengan teman-teman sebaya, mereka saling mempengaruhi satu sama lain. Piaget menemukan adanya permulaan kerjasama serta konformise sosial yang bertambah pada usia antara 7 dan 10 tahun dan sehubungan dengan itu adanya suatu perhatian yang lebih besar pada interaksi yang mengandung peraturan-peraturan.
Kemampuan demikian yang mendukung anak di usia sekolah untuk memainkan Bongkar Pasang.
Perkembangan identitas jenis kelamin atau tingkah laku sesuai jenis kelamin
Jans menganggap adanya tiga faktor yang penting dalam timbulnya tingkah laku sesuai jenis kelamin ;
1. Faktor biologis 2. Faktor sosial 3. Faktor kognitif.
Kohlberg dalam tahun 1966 membicarakan bahwa terdapat tiga kemungkinan cara menerangkan mengenai tingkah laku spesifik jenis kelamin yaitu teori psikoanalisis, teori belajar sosial, teori perkembangan yang kognitif.
Adapun media BP sendiri merupakan cara untuk menerangkan tingkah laku spesifik jenis kelamin menggunakan teori belajar sosial. Dalam teori belajar sosial menjelaskan bahwa tingkah laku yang spesifik jenis kelamin timbul karena pengaruh lingkungan sosial. Terdapat pendapat-pendapat mengenai norma tingkah laku dari masyarakat yang sesuai dengan jenis kelamin anak.
Di dalam permainan BP yang dimainkan oleh satu anak atau lebih ini, dapat menciptakan imajinasi dan kreasi dalam memainkan peran (laki-laki dan perempuan), menghidupkan orang-orangan kertas dengan membuat dialog yang biasanya ia dengar di kehidupan asli seperti perkataan seorang ibu kepada anak lelakinya yang menangis “hey, anak cowok gak boleh cengeng loh yah”, atau “mamah masak dulu yah..”, “Ayah berangkat ke kantor dulu yah”, atau seorang anak yang siap-siap pergi ke undangan pesta temannnya dan ia memakai gaun pesta. Bahkan peranan menyukai lawan jenis pun dapat diimajinasikan oleh mereka.
Selain itu anak akan mendirikan dan mendekor rumah dengan perabotan kertas yang terbuat dari wayang-wayangan, bungkus rokok bisa juga dengan pasir yang dibentuk menjadi petakan-petakan rumah. Tokoh utama yang disajikan terdiri dari ibu, ayah, anak, kekasih, temen anak dan pemeran pendukung lainnya.
Permainan BP dapat menjadi replika kehidupan yang akan memberi pemahaman kepada anak bagaimana karakter seharusnya menjadi sebagai wanita/ibu, dengan pemakaian-pemakaian gaun yang cantik dan indah begitu pula dengan aktivitas seorang ibu seperti memandikan anak, pergi ke pasar, nyiapin makanan, cuci baju dan membereskan rumah. Lalu anak juga dapat belajar dan mengerti bagaimana peran lelaki atau seorang ayah seharusnya yang bersikap gagah, bekerja di kantor. Dan peran bersama kekasih atau lawan jenis, seperti jalan-jalan, nonton bareng, aktivitas bersama teman perempuan dengan perempuan seperti curhat, maen ke rumah teman, shopping, pergi sekolah bareng dsb.
Melalui permainan Bongkar Pasang tersebut, dapat memberi pemahaman kepada anak terkait peran dan karakter perempuan dan laki-laki, sehingga anak akan mengidentikan peran dan karakternya sendiri sebagai perempuan atau laki-laki dan bagaimana seharusnya (memiliki identitas secara normal). Hal ini sangat bermanfaat dalam mencegah anak dari gangguan identitas gender dan orientasi seksual atau LGBT.
0 komentar:
Posting Komentar