Pesantren adalah suatu lembaga yang berkiprah
di bidang keagamaan dan menjadi tonggak paradigma masyarakat. Dalam kacamata
masyarakat, pesantren dianggap mampu mencetak santri yang berakhlakul karimah
dan ‘alim dalam bidang ilmu agama.
Untuk itu pesantren sebagai lembaga
kependidikan dengan ilmu keislaman baik yang klasik maupun modern, berfungsi
sebagai agent of change dalam pemberdayaan dan pengembangan umat.
Menurut Imam
Zarkasyi ( pendiri pondok Darussalam Gontor) “Pesantren
adalah lembaga pendidikan islam dengan sistem asrama, dimana Kyiai menjadi
pengasuh pesantren, kiprah seorang Kyai sangat esensial perannya bagi suatu
pesantren”([1]).
Bahkan secara tegas beliau menyatakan tujuan pendidikan pesantrennya yakni
untuk “ kemasyarakatan dan dakwah
islamiyah santri-santrinya”( 2). Dalam kehidupan bermasyarakat
inilah tidak hanya dibutuhkan skill (keahlian), akan tetapi karakter-karakter
mulia juga tidak kalah penting untuk dapat dimiliki seseorang sehingga dapat
diterima dan diakui di kehidupan sosialnya. Maka pendidikan karakter yang saat
ini sedang guming dibicarakan, menjadi sebuah tantangan bagi lembaga pesantren,
agar mampu mencetak santri-santrinya menjadi pribadi yang unggul dan
berkepribadian baik. Menoleh pada peran
pesantren yang menduduki tempat istimewa dalam khazanah perkembangan sosial
budaya, tak khayal perspektif historis memposisikan pesantren sebagai subkultur
disampaikan oleh Abdurrahman Wahid , beliau seorang santri yang menjadi tokoh
besar bangsa Indonesia, menurutnya “ lima ribu buah pondok pesantren yang tersebar di enam puluh delapan
ribu desa merupakan bukti tersendiri untuk menyatakan pesantren sebagai
subkultur.
Tidak berbeda dengan eksistensi pesantren kampus
atau pesantren mahasiswa saat ini, yang memiliki hakikat berusaha ingin menjalankan
fungsinya tersebut. Perbedaan terletak pada tenaga yang didik yakni mahasiswa
atau mahasantri. Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi baik
di universitas, institut atau akademik. Tetapi pada dasarnya makna mahasiswa
tidak sesederhana itu. Terdaftar sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi
hanyalah syarat administratif saja, karena sebenarnya mahasiswa memiliki arti
lebih dalam dan luas. Menyandang gelar mahasiswa berarti sudah sanggup menjadi
agen perubahan yang secara eksplisit memberikan sumbangsihnya terhadap bangsa
dan agama. Setidaknya ada tiga peran dan fungsi yang sangat penting bagi
mahasiswa.
Pertama, peranan moral,
dunia kampus merupakan dunia di mana setiap mahasiswa dengan bebas memilih
kehidupan yang mereka inginkan. Disinilah dituntut tanggung jawab moral
terhadap pribadi masing-masing untuk dapat menjalankan kehidupan yang
bertanggung jawab dan sesuai dengan moral hidup dalam masyarakat.
Kedua,
peranan sosial.
Selain menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan bermoral, keberadaan
mahasiswa dengan segala perbuatannya harus bermanfaat tidak hanya untuk dirinya
sendiri tetapi juga untuk orang lain.
Ketiga, peranan
intelektual. Mahasiswa sebagai orang yang disebut-sebut sebagai insan intelek
haruslah dapat mewujudkan status tersebut dalam ranah kehidupan nyata. Dalam
arti menyadari betul bahwa fungsi dasar mahasiswa adalah bergelut dengan ilmu
pengetahuan dan memberikan perubahan yang lebih baik dengan intelektualitas
yang ia miliki selama menjalani pendidikan.
Dengan
demikian dapat disimpulkan Pesantren Mahasiswa, yang terdiri dari kata
pesantren dan mahasiswa ini merupakan suatu lembaga pendidikan islam yang memberikan
pengajaran agama kepada santri yang berstatus mahasiswa sebutlah mahasantri dengan
sistem asrama (pondok) dan di bawah pengasuhan seorang kyai.
Melihat
tujuan pesantren dan peran penting sebagai mahasiswa sendiri terdapat hubungan
erat antara keduanya. Pesantren dapat dijadikan wadah bagi mahasiswa untuk
mempersiapkan diri dalam menjalankan peran dan fungsi penting di dalam
masyarakat, maka saat itu pula Pesantren dikatakan berhasil menjalankan
tujuannya sebagai agent of change, yang mencetak mahasantri unggul dan
berakhlakul karimah.
Upaya
pesantren mahasiswa dalam pendidikan karakter bagi santri-santrinya antara lain,
pembentukan kepribadian islami. Sidi Gazalba mengemukakan bahwa: ”Secara
sederhana dapatlah dirumuskan bahwa kepribadian Islam itu berbentuk Takwa atau
terperinci dalam iman dan amal shaleh itulah bentuk kepribadian Islam dan orang
yang beriman dan beramal shaleh itulah yang bertakwa (Ahmad D. Marimba,
1987: 28).” Kepribadian atau karakter seseorang tidak terbentuk secara instan,
akan tetapi mengalami proses dan bertahap. Ahmad D. Marimba (1987 : 59)
mengemukakan bahwa, proses pembentukan kepribadian terdiri atas tiga tahap
yaitu ; pertama pembiasaan, kedua pembentukan pengertian, sikap, dan minat,
ketiga pembentukan kerohanian yang luhur. Ketiga tahap dapat dikemas dalam
bentuk pembinaan-pembinaan, ketiganya menjadi mata rantai yang saling
mempengaruhi sehingga keseluruhan proses pembentukan kepribadian tersebut mampu
membentuk kepribadian yang utuh. Seperti pembinaan ketauhidan yang dilaksanakan
di pesantren mahasiswa, bertujuan agar mahasiswa mempunyai fundamen keimanan
kokoh, serta dapat menjadi pegangan hidup sampai akhir hayat. Melalui
penanaman ketauhidan ini, pesantren mahasiswa telah membantu terbentuknya
kepribadian yang sesuai dengan ajaran agama Islam, kepribadian kuat sebagai
landasan manusia yang berkualitas.
Pembinaan akhlakul karimah, pembinaan ini sangat urgen dilakukan
pesantren mahasiswa dalam merealisasikan fungsinya dalam kependidikan karakter.
Sebagaimana misi Rasulullah SAW dalam sabdanya dijelaskan :
عن أبى هريرة رضى الله
عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
) رواه البخارى والحاكم والبيحاقى(
) رواه البخارى والحاكم والبيحاقى(
Artinya : Dari Abu Hurairah ra.
berkata : Rasulullah SAW. telah bersabda : Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlak mulia. (HR. Bukhori, Hakim, dan Baihaqi).
Pembinaan akhlak ini bermaksud
menjadikan mahasiswa sebagai sosok yang berakhlakul karimah, sebagaimana sosok
Rasulullah yang menjadi suritauladan dan patut dicontoh.
Setelah pembinaan ketauhidan dan
akhlak, seiring dengan dinamika dan perkembangan zaman yang semakin kompleks,
dunia memberikan tuntutan dan tantangan bagi manusia. Dalam hal ini pesantren
merasa terpanggil untuk ikut mengantisipasi tuntutan dan tantangan tersebut.
Adapun salah satu tuntutan itu adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK), dan untuk mencapai atau menuju ke sana dibutuhkan wawasan intelektual
yang luas. Pesantren dituntut untuk terus berupaya mengembangkan wawasan
intelektual mahasantrinya, tidak hanya terbatas pada wawasan keagamaan saja
melainkan juga wawasan keilmuan yang lainnya.
Untuk itu pesantren dipersiapkan sebagai
kuda-kuda pertahanan budaya Indonesia yang baik, serta tameng datangnya budaya
asing yang tidak baik. Masuknya budaya asing saat ini takan lepas dari
perkembangan teknologi yang melejit, kemajuan IPTEK sebagai suatu efek dari
kemodernsasian dunia. namun perkembangan teknologi bukan berarti harus
ditinggalkan atau kita mengisolir diri. Sebab hampir semua teknologi memberi
manfaat besar pada kehidupan dunia. untuk itu mahasantri berkarakter baik,
dengan ketauhidan juga keilmuan yang dimiliki akan menjadi komunitas secara
tepat guna. Teknologi akan terus berkembang, jika bukan kita yang
mengembangkannya, maka bangsa lain akan terus mengulik melakukan penelitian
untuk mengembangkan IPTEK tersebut.
[1]
Amir Hamzah Wirosukarto,et.al., KH. Imam
Zarkasyi dari Gontor Merintis Pesantren Modern, (Ponorogo: Gontor Press,1996)
Cet, ke-1,h,56
2Rohadi
Abdul Fatah dkk. Rekonstruksi Pesantren Masa Depan, (Jakarta: Listafariska
Putra, 2008)h,21
0 komentar:
Posting Komentar