Minggu, 27 April 2014

Pendidikan Karakter Pesantren Mahasiswa Dalam Fungsi Agent of Change



Pesantren adalah suatu lembaga yang berkiprah di bidang keagamaan dan menjadi tonggak paradigma masyarakat. Dalam kacamata masyarakat, pesantren dianggap mampu mencetak santri yang berakhlakul karimah dan ‘alim dalam bidang ilmu agama.
Untuk itu pesantren sebagai lembaga kependidikan dengan ilmu keislaman baik yang klasik maupun modern, berfungsi sebagai agent of change dalam pemberdayaan dan pengembangan umat.
Menurut Imam Zarkasyi ( pendiri pondok Darussalam Gontor)  Pesantren adalah lembaga pendidikan islam dengan sistem asrama, dimana Kyiai menjadi pengasuh pesantren, kiprah seorang Kyai sangat esensial perannya bagi suatu pesantren([1]). Bahkan secara tegas beliau menyatakan tujuan pendidikan pesantrennya yakni untuk “ kemasyarakatan dan dakwah islamiyah santri-santrinya”( 2). Dalam kehidupan bermasyarakat inilah tidak hanya dibutuhkan skill (keahlian), akan tetapi karakter-karakter mulia juga tidak kalah penting untuk dapat dimiliki seseorang sehingga dapat diterima dan diakui di kehidupan sosialnya. Maka pendidikan karakter yang saat ini sedang guming dibicarakan, menjadi sebuah tantangan bagi lembaga pesantren, agar mampu mencetak santri-santrinya menjadi pribadi yang unggul dan berkepribadian baik. Menoleh pada  peran pesantren yang menduduki tempat istimewa dalam khazanah perkembangan sosial budaya, tak khayal perspektif historis memposisikan pesantren sebagai subkultur disampaikan oleh Abdurrahman Wahid , beliau seorang santri yang menjadi tokoh besar bangsa Indonesia, menurutnya “ lima ribu buah pondok  pesantren yang tersebar di enam puluh delapan ribu desa merupakan bukti tersendiri untuk menyatakan pesantren sebagai subkultur.
Tidak berbeda dengan eksistensi pesantren kampus atau pesantren mahasiswa saat ini, yang memiliki hakikat berusaha ingin menjalankan fungsinya tersebut. Perbedaan terletak pada tenaga yang didik yakni mahasiswa atau mahasantri. Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi baik di universitas, institut atau akademik. Tetapi pada dasarnya makna mahasiswa tidak sesederhana itu. Terdaftar sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi hanyalah syarat administratif saja, karena sebenarnya mahasiswa memiliki arti lebih dalam dan luas. Menyandang gelar mahasiswa berarti sudah sanggup menjadi agen perubahan yang secara eksplisit memberikan sumbangsihnya terhadap bangsa dan agama. Setidaknya ada tiga peran dan fungsi yang sangat penting bagi mahasiswa.
Pertama, peranan moral, dunia kampus merupakan dunia di mana setiap mahasiswa dengan bebas memilih kehidupan yang mereka inginkan. Disinilah dituntut tanggung jawab moral terhadap pribadi masing-masing untuk dapat menjalankan kehidupan yang bertanggung jawab dan sesuai dengan moral hidup dalam masyarakat.
Kedua, peranan sosial. Selain menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan bermoral, keberadaan mahasiswa dengan segala perbuatannya harus bermanfaat tidak hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga untuk orang lain.
Ketiga, peranan intelektual. Mahasiswa sebagai orang yang disebut-sebut sebagai insan intelek haruslah dapat mewujudkan status tersebut dalam ranah kehidupan nyata. Dalam arti menyadari betul bahwa fungsi dasar mahasiswa adalah bergelut dengan ilmu pengetahuan dan memberikan perubahan yang lebih baik dengan intelektualitas yang ia miliki selama menjalani pendidikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan Pesantren Mahasiswa, yang terdiri dari kata pesantren dan mahasiswa ini merupakan suatu lembaga pendidikan islam yang memberikan pengajaran agama kepada santri yang berstatus mahasiswa sebutlah mahasantri dengan sistem asrama (pondok) dan di bawah pengasuhan seorang kyai.
Melihat tujuan pesantren dan peran penting sebagai mahasiswa sendiri terdapat hubungan erat antara keduanya. Pesantren dapat dijadikan wadah bagi mahasiswa untuk mempersiapkan diri dalam menjalankan peran dan fungsi penting di dalam masyarakat, maka saat itu pula Pesantren dikatakan berhasil menjalankan tujuannya sebagai agent of change, yang mencetak mahasantri unggul dan berakhlakul karimah.
Upaya pesantren mahasiswa dalam pendidikan karakter bagi santri-santrinya antara lain, pembentukan kepribadian islami. Sidi Gazalba mengemukakan bahwa: ”Secara sederhana dapatlah dirumuskan bahwa kepribadian Islam itu berbentuk Takwa atau terperinci dalam iman dan amal shaleh itulah bentuk kepribadian Islam dan orang yang beriman dan beramal shaleh itulah yang bertakwa (Ahmad D. Marimba, 1987: 28).” Kepribadian atau karakter seseorang tidak terbentuk secara instan, akan tetapi mengalami proses dan bertahap. Ahmad D. Marimba (1987 : 59) mengemukakan bahwa, proses pembentukan kepribadian terdiri atas tiga tahap yaitu ; pertama pembiasaan, kedua pembentukan pengertian, sikap, dan minat, ketiga pembentukan kerohanian yang luhur. Ketiga tahap dapat dikemas dalam bentuk pembinaan-pembinaan, ketiganya menjadi mata rantai yang saling mempengaruhi sehingga keseluruhan proses pembentukan kepribadian tersebut mampu membentuk kepribadian yang utuh. Seperti pembinaan ketauhidan yang dilaksanakan di pesantren mahasiswa, bertujuan agar mahasiswa mempunyai fundamen keimanan kokoh, serta dapat menjadi pegangan hidup sampai akhir hayat. Melalui penanaman ketauhidan ini, pesantren mahasiswa telah membantu terbentuknya kepribadian yang sesuai dengan ajaran agama Islam, kepribadian kuat sebagai landasan manusia yang berkualitas.
Pembinaan akhlakul karimah, pembinaan ini sangat urgen dilakukan pesantren mahasiswa dalam merealisasikan fungsinya dalam kependidikan karakter. Sebagaimana misi Rasulullah SAW dalam sabdanya dijelaskan :
عن أبى هريرة رضى الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إنما بعثت لأتمم مكارم الأخلاق
 )
رواه البخارى والحاكم والبيحاقى(
Artinya : Dari Abu Hurairah ra. berkata : Rasulullah SAW. telah bersabda : Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia. (HR. Bukhori, Hakim, dan Baihaqi).
Pembinaan akhlak ini bermaksud menjadikan mahasiswa sebagai sosok yang berakhlakul karimah, sebagaimana sosok Rasulullah yang menjadi suritauladan dan patut dicontoh.
Setelah pembinaan ketauhidan dan akhlak, seiring dengan dinamika dan perkembangan zaman yang semakin kompleks, dunia memberikan tuntutan dan tantangan bagi manusia. Dalam hal ini pesantren merasa terpanggil untuk ikut mengantisipasi tuntutan dan tantangan tersebut. Adapun salah satu tuntutan itu adalah penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), dan untuk mencapai atau menuju ke sana dibutuhkan wawasan intelektual yang luas. Pesantren dituntut untuk terus berupaya mengembangkan wawasan intelektual mahasantrinya, tidak hanya terbatas pada wawasan keagamaan saja melainkan juga wawasan keilmuan yang lainnya.

Untuk itu pesantren dipersiapkan sebagai kuda-kuda pertahanan budaya Indonesia yang baik, serta tameng datangnya budaya asing yang tidak baik. Masuknya budaya asing saat ini takan lepas dari perkembangan teknologi yang melejit, kemajuan IPTEK sebagai suatu efek dari kemodernsasian dunia. namun perkembangan teknologi bukan berarti harus ditinggalkan atau kita mengisolir diri. Sebab hampir semua teknologi memberi manfaat besar pada kehidupan dunia. untuk itu mahasantri berkarakter baik, dengan ketauhidan juga keilmuan yang dimiliki akan menjadi komunitas secara tepat guna. Teknologi akan terus berkembang, jika bukan kita yang mengembangkannya, maka bangsa lain akan terus mengulik melakukan penelitian untuk mengembangkan IPTEK tersebut.


[1] Amir Hamzah Wirosukarto,et.al., KH. Imam Zarkasyi dari Gontor Merintis Pesantren Modern, (Ponorogo: Gontor Press,1996) Cet, ke-1,h,56
2Rohadi Abdul Fatah dkk. Rekonstruksi Pesantren Masa Depan, (Jakarta: Listafariska Putra, 2008)h,21

0 komentar:

Posting Komentar