Sabtu, 05 April 2014


PENGALAMANKU MENJADI KETUA BAHASA PUSAT
“Setiap orang adalah pemimpin dan setiap pemimpin pasti dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dipimpin (al hadits).”
Acara sakral pelantikan pengurus baru tahun  2011-2012 berlangsung dengan khidmat,  terlontar sumpah pengurus yang dipimpin oleh Kyai Pengasuh Pondokku. Kami bersumpah atas nama Tuhan kami dan Rasul Nya, bersama saksi bisu kitab suci Al-Qur’an di atas kepala kami. Pundak terasa berat ketika mengemban amanat sebagai ketua bagian bahasa pusat di Organisasi Santri Pondok Pesantren Modern (OSPM).
  Memang sudah saatnya santri kelas XI Madrasah Aliyah untuk meneruskan estafet kepungurusan. Aku tak banyak memprotes ketika ditunjuk sebagai ketua bagian bahasa di pusat. Karena sekuat apapun argumenku untuk menolak akan terasa percuma. Bapak Pengasuh pondok telah mempercayaiku menduduki jabatan ini, aku tidak mau mengecewakan kepercayaannya.   Terkadang  terbersit keraguan di hati, aku tak yakin dengan kemampuan bahasaku yang pas-pasan. Pasalnya kurang dari dua tahun aku tinggal di pondok. Tidak banyak kosa kata bahasa arab dan inggris yang aku kuasai. Padahal banyak dari teman-teman angkatanku yang tiga tahun lebih lama tinggal di pondok ketimbang aku, mereka lulus SD langsung dimasukkan ke pondok oleh orang tua mereka, sementara aku baru masuk setelah lulus SMP. Sekali lagi ini berbicara tentang kepercayaan, “orang lain saja memopercayai kemampuanku, kenapa aku harus takut dan merasa tidak memiliki kemampuan” sugesti diri.
 Aku mencoba melihat dari sudut pandang positif amanah ini, dengan menjadi ketua bagian bahasa dorongan untuk belajar bahasa asing pasti akan lebih kuat. Aku pasti merasa malu dan menjadi pertanyaan besar, ketika seorang ketua bahasa tapi tidak pandai berbahasa asing dan menyuruh anggota berbahasa sementara dirinya sendiri tidak. Untuk itu aku terus menggali pengetahuanku dalam bahasa asing, menjalankan program-program kerja yang telah disepakati, membiasakan diri berbahasa arab dan inggris ketika berkomunikasi, sehingga anggota akan mencontoh. Dan juga mengkontrol anggota setiap waktu dan tempat.
 Dibenci oleh anggota sudah biasa aku rasakan, dan aku sudah siap mental menghadapinya. Mereka marah ketika mendapat hukuman dari pengurus bagian bahasa. Hukuman yang kami berikan semata-mata agar mereka jera untuk tidak melanggar lagi dan mau membiasakan diri berbahasa arab dan inggris setiap hari. Pelanggar bahasa tidak hanya dari kalangan anggota adik kelas saja, tetapi dari teman seangkatan pula yang susah untuk diatur dan diperingatkan. Mereka tidak menghargai dan mengindahkan peraturan bagian bahasa. Sering kali aku mendengar mereka dengan santai berbicara bahasa Indonesia, bahkan bahasa daerah. Betapa geramnya hati, sungguh memperingatkan teman lebih sulit daripada adik kelas yang masih mau mendengarkan. Tapi sebagai ketua aku harus bersikap tegas kepada mereka, sekalipun sahabat dekat tapi ketika salah mereka harus diperingatkan atau diberi sanksi. Lain halnya dengan teman yang membangkang, biarkan ustadz pembimbing yang turun tangan.
Organisasi Santri Pondok Modern (OSPM) berbeda dengan OSIS yakni sebagai organisasi sekolah-sekolah umum. OSPM memiliki lingkup yang jauh lebih kompleks, kepungurusan di dalamnya mulai dari santri bangun tidur sampai tidur kembali. OSPM menjadi jantungnya pondok, jika jantung itu berhenti memompa darah maka akan terjadi kematian. Begitu pula dengan OSPM, jika tidak bergeraknya organisasi ini maka pondok akan mati.
Tanggung jawab terus menghantui hari-hariku sebagai pengurus, tidak jarang aku mengorbankan urusan pribadiku untuk amanah ini. Bahkan hak untuk badanku istirahat sering terabaikan. Sampai larut malam di kantor bahasa berteman kamus-kamus tebal, aku mencari kosa kata untuk aku berikan kepada anggota setiap pagi sehabis sholat shubuh. Aku terus berpikir keras mencari cara untuk mengembangkan bahasa asing di pesantrenku. Ada lima kelas yang harus mendapat asupan kosa kata sertiap paginya. Dalam keadaan kantuk, aku mengkontrol pemberian kosa kata oleh bagian bahasa yang lain pada setiap kelas. Keliling di setiap asrama barangkali ada santriwati nakal yang tidak mengikuti kegiatan. Benar saja, banyak aku temukan santriwati yang mengumpat di bawah kasur atau di belakang lemari. Mereka mengaku malas dan lebih memilih tidur daripada harus bercape-cape menghafalkan kosa kata dari bagian bahasa. Betapa tersayatnya hati mendengar kalimat-kalimat yang keluar ringan dari mulut mereka, seolah penghinaan tajam atas pengorbananku. Mencoba sabar dan terus memahamkan mereka pentingnya kegiatan giving vocabularies[1] ini.
    Malam setelah sholat isya kami membimbing anggota untuk mengulang kosa kata yang diberikan di pagi hari. Setiap jum’at pagi kami mengumpulkan anak-anak untuk ber muhadtasah[2] di auditorium dengan tema pembicaraan yang telah ditentukan. Setelah itu aku meng ishlah[3] kalimat-kalimat yang sering salah digunakan ketika percakapan. Setiap bulannya kami memberikan laporan perkembangan bahasa anggota kepada ustadz pembimbing. Dalam laporan terlampir daftar nilai ujian bahasa setiap santriwati. Demikian setiap dwimingguan kami merekap nilai-nilai kurang lebih 600 santriwati. Mengadakan kegiatan berbahasa seperti : miss language, cerdas cermat, making slogan dan sebagainya. Program-program kerja senantiasa kami jalankan, karena amanah juga komitmen kuat kami.
Tak lupa kami menempelkan slogan-slogan berbahasa asing di lingkungan asrama; masjid, asrama, kamar mandi, manager office, dapur, visiting place dan kamar-kamar.  Bahkan setiap pengumuman yang tertempel harus menggunakan bahasa Arab atau inggris. Setiap minggu santriwati didengarkan lagu dengan bahasa asing. Untuk hukuman yang diberikan menyesuaikan kuantitas pelanggaran. Begitu  istiqomah kami menjalankan kewajiban-kewajiban sebagai pengurus bahasa hanya karena satu tujuan, yakni agar semua santriwati terbiasa menggunakan bahasa asing dalam setiap percakapannya.
Tidak ada usaha yang sia-sia. Dari bulan ke bulan di  masa kepengurusan kami, bahasa mengalami perkembangan dan pelanggar bahasa pun mengalami penurunan. Indah rasanya ketika semua kerja keras berbuah manis.
            اللغة تاج المعهد
“ Bahasa itu mahkota pondok”



[1] Pemberian kosa kata
[2] mengobrol
[3] membenarkan

0 komentar:

Posting Komentar